Daftar Jurnal Elektronik Gratis
Bagi Anda yang kebingungan kesana kemari mencari jurnal, lalu ketemu, namun hanya bagian abstaknya saja, sedangkan bagian lainnya harus Anda bayar untuk mendapatkannya, saya bantu Anda dengan daftar berikut. Yang ini adalah daftar jurnal pendidikan elektronik gratis. Semoga Anda dapat mengambil manfaatnya.
Bagi Anda yang kebetulan memiliki daftar jurnal gratis di luar yang saya cantumkan, mohon bagi-bagi informasinya. Terima kasih.
Mohon maaf, sepertinya yang saya cantumkan ini hanya jurnal pendidikan saja.
Contemporary Issues in Technology and Teacher Education
Electronic Journal of Science Education
English Matters
Essays in Education
European Educational Researcher
Film-Philosophy
First Monday
Forum: Qualitative Social Research
Fourth World Journal
From Now On: the Educational Technology Journal
Gender Forum
Genders
Globalization
H-Net Reviews in the Humanities and Social Sciences
Idea: a Journal of Social issues
Interdisciplinary Journal on Human Development, Culture and Education
International Education Electronic Journal (IE-ej)
International Studies in Sociology of Education
Inventio: Creative Thinking about Teaching and Learning
JOE: the WWW Journal of Online Education
Journal of Interactive Media in Education
Journal of Interactive Online Learning
Journal of Language and Linguistics
Journal of Research for Educational Leaders
Journal of Scholarship of Teaching and Learning
Journal of Special Education Technology
Journal of Technology Education
Journal of Vocational Education Research
Kairos: a Journal of Rhetoric, Technology and Pedagogy
Language and Literacy
Learning Technology
Mathematical Physics Electronic Journal
New Journal of Physics
NTAMA: Journal of African Music and Popular Culture
Perspectives in Electronic Publishing
Postmodern Culture
Radical pedagogy
Safundi: the Journal of South African and American Comparative Studies
Science in Africa (SA)
Screening the Past (Visual Media and History)
Signatures (Studies in literature and the humanities)
Sondela / Come Closer (SA)
TechKnowLogia: International Journal of Technologies for the Advancement of Knowledge and Learning
Technology, Pedagogy and Education
TESL-EJ (Teaching English as a Second or Foreign Language)
Theology Today
Times Higher Education Supplement Contact your Subject Librarian for the User name and password.
Times Literary Supplement full-text of selected articles only
Translation Journal
Weaver: a Forum for New Ideas in Educational Research
Web Journal of Mass Communication Research
Web Journal of Modern Language Linguistics
Women in Judaism: a Multidisciplinary Journal
29 Desember 2009
30 Oktober 2009
Analisis Jurnal 2
CREATING CONSTRUCTIVIST PHYSICS FOR INTRODUCTORY UNIVERSITY CLASSES
Jennifer Wilhelm
Texas Tech University
Beth Thacker
Texas Tech University
Ronald Wilhelm
Texas Tech University
Electronic Journal of Science Education Vol. 11, No. 2 (2007)
Latar belakang penulisan artikel ini dimulai dengan bukti-bukti penelitian yang telah menunjukkan bahwa pengajaran fisika metode tradisional telah gagal membangun konsep penting fisika pada siswa. Peneliti ingin mengulang sukses yang sama dalam pengajaran fisika di tingkat SMA yang telah dilakukan oleh Well dkk, namun dalam hal akan dilakukakn di tingkat universitas. Yang dilakukannya adalah memodifikasi kurikulum dengan format textbook-lecture-lab tradisional diganti dengan hands-on, lingkungan belajar laboratorium berbasis proyek. Kurikulum didesain dan dikembangkan berdasarkan penelitian pada bagaimana orang belajar sains (Bransford dkk, Travis & Lord, Donovan dan Bransford).
Ada tifga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini; (1) ingin mengamati sukses yang sama seperti penelitian sebelumnya pada jurusan dan mata kuliah berbeda, (2) Ingin menguji-lapangankan kurikulum yang dikembangkan, dan (3) Fisiak dasar yang diajarkan ini diikuti oleh sebagian besar siswa calon guru. Diharapkan mereka mendapatkan pengalaman pengajaran non-tradisional ini dari pengajaran yang diterima sehingga nantinya mereka dapat mengimplementasikannya di kelas.
Selanjutnya peneliti memaparkan landasan teori tentang definisi konstruktivis dan inkuiri serta aplikasinya dalam sains dan matematika dari berbagai referensi. Hoovers (2006) mendefinisikan konstruktivis dengan cara berikut. Pembelajaran berlangsung aktif, tidak pasif. Jika apa yang ditemui siswa tidak konsisten dengan pemahaman mereka saat itu, pemahaman mereka dapat berubah untuk memperbaharui pengalaman barunya. Mereka menerapkan pemahaman mereka saat itu, mencatat unsur-unsur yang relevan, dan berdasarkan pada pertimbangan tersebut, mereka dapat memodifikasi pengetahuan.
Salah satu kutipan yang diambil Harwood (2004) mengemukakan bahwa inkuiri memiliki komponen-komponen utama: (1) mencari pertanyaan umum; (2) mendefinisikan suatu masalah; (3) mengajukan pertanyaan; (4) menyelidiki yang diketahui; (5) mengungkapkan dugaan; (6) melakukan perencanaan; (7) menguji hasil; (8) merefleksikan temuan; (9) mengkomunikasikan; dan (10) melakukan pengamatan. Hake (2000) menyebutnya Interactive Engagement methods, yang dicirikan dengan keterlibatan interactive siswa dalam aktivitas heads-on (selalu) dan hands-on (biasanya) yang segera memberikan umpan balik melalui diskusi dengan teman dan/atau gurunya.
Adapun yang didefinikan dengan metode tradisional adalah metode yang terutama menyandarkan pada aktivitas pasif siswa, kegiatan lab terstruktur, dan ujian algorithmic-problem.
Partisipan terdiri atas 38 otang terbagi dalam dua kelas, masing-masing 24 dan 14 orang, 16 laki-laki, 22 perempuan.
Prosedur penelitiannya digambarkan sebagai berikut. Mata kuliah yang menjadi objek penetlitian yaitu pengantar fisika diberikan dengan bobot 4 sks; semuanya dilakukan melalui laboratory-based with individualized group “lectures.” Siswa belajar dengan melalui hands-on, minds-on, computer-based laboratory experiments. Dengan menggunakan metode pengajaran konstruktivis, siswa tidak mengikuti format buku teks/kuliah/lab yang umum, tetapi dengan: (a) membuat prediksi untuk menguji prekonsepsi (b) merefleksikannya pada observasi dan memperjelas konsepsi (c) mengembangkan perkiraan dan generalisasi berdasarkan observasi, lalu mendesain eksperimen mereka sendiri untuk memperkuat perkiraan mereka (d) melakukan eksperimen yang dimaksudkan untuk menguji prediksi dan menerapkan pemahaman baru mereka pada penyelesaian permasalahan lain yang berhubungan (e) bekerja pada projek akhir yang mereka pilih.
Semua kegiatan lab yang dilakukan harus ditulis dalam jurnal menggunakan format naratif guna menggambarkan proses berpikir mereka. Semua kelompok tidak harus bekerja dalam eksperimen inkuiri yang sama pada saat yang sama. Siswa dapat melaksanakan eksperimen inkuiri mereka dengan berbagai cara dan mempelajari peluang-peluangnya melalui penilaian terhadap perkiraan mereka, dengan mengajari teman sekelompoknya, dan dengan bimbingan individu pengajarnya jika diperlukan.
Fokus penelitian ini adalah pada pemeriksaan apakah konsep-konsep fisika menjadi jelas dan bermakna bagi siswa dengan menggunakan teknik pengajaran konstruktivis versi penulis. Desain penelitian ini dengan desain penelitian metode campuran. Data terdiri atas proyek dan presentasi akhir siswa, pre/pos FCI, dan interview di akhir kuliah. Pemahaman dan konstruksi pengetahuan siswa tentang konsep-konsep fisika dan aplikasinya dianalisis melalui triangulasi data.
Penulis memberikan contoh beberapa kegiatan bagaimana siswa menggunakan pengetahuan awal mereka dan pengamatannya untuk membangun model-model. Mereka mengembangkan prosedur ilmiah dan matematis. Mereka memprediksi dan mempertimbangkan beberapa situasi fisis. Setelah melakukan eksperimen untuk mengetes prediksi mereka dan menguji hasil representasi grafik, siswa mampu untuk menemukan hubungan fungsional dan persamaan yang menggambarkan kejadian yang diamati.
Kesimpulan
Pekerjaan proyek siswa, hasil interview, dan hasil tes FCI menunjukkan bagaimana penggunaaan metode konstruktivis inkuiri dalam pengajaran fisika menghasilkan relevansi dan kebermaknaan belajar bagi banyak siswa. Grup pemantulan bola menghubungkan fisika dan matematika ketika mereka melakukan proyek mereka dan menyelidiki pengertian fisika dan matematika dari slope kecepatan terhadap waktu. Demikian juga nilai posistif atau negative dari kecepatan yang mengindikasikan arah gerak benda. Kelompok Ayunan Newton menemukan ide kekekalan energi dan transfer energi berguna, dan salah satu anggotanya membayang bagaimana dia dapat mendesain kendaraan yang lebih aman.
Hasil pengujian FCI menunjukkan gain yang lebih besar daripada pengajaran tradisional. Kesulitan siswa penulis terutama dalam gerak melingkar.
14 Mei 2009
Analisis Jurnal
Dealing more effectively with alternative conceptions in science
Carl J. Wenning, Physics Teacher Education Program, Illinois State University, Normal, IL 61790-4560
E-mail: wenning@phy.ilstu.edu
Journal of Physics Teacher Education Online, Vol. 5, No. 1 Summer 2008 Page 11 – 19, www.phy.ilstu.edu/jpteo
Dalam artikel ini Wenning mengemukakan keberadaan konsepsi alternatif (alternative conceptions) pada berbagai jenjang pendidikan siswa. Konsepsi alternative diartikan sebagai pemahaman yang dipegang oleh siswa yang bertentangan pemahaman umum yang diterima secara ilmiah oleh kebanyakan ilmuwan. Masalah konsepsi alternatif yang dibahas terutama masalah fisika mekanika Newtonian. Pembahasannya dimulai dari berbagai contoh konsepsi alternatif dalam mekanika. Misalkan percepatan sebuah benda yang jatuh tergantung pada massanya. Atau, tidak ada gaya gravitasi di ruang angkasa.
Wenning juga mendiskusikan asal mula konsepsi alternatif ini pada siswa. Menurutnya, sulit sekali menemukan asal-mulanya konsepsi alternatif ini. Hal-hal yang memungkinkan menjadi penyebab timbulnya konsepsi alternatif ini bisa berasal dari kesalahan pemahaman, miskomunikasi, misedukasi, bahkan bisa karena kesalahan penerapan prinsip-prinsip fisika yang telah terbangun dengan baik. Penyebab lainnya bisa berasal pernyataan-pernyataan salah yang dikenalnya melalui lingkungan, orangtua, teman, bahkan gurunya.
Wenning juga mengemukakan bagaimana sejarah perkembangan upaya-upaya untuk menanggulangi keberadaan konsepsi alternative ini. Beberapa model yang telah dikembangkan antara lain Conceptual Change Model dan Concept Exchange Model. Kedua model ini termasuk model yang paling awal dikembangkan.Kedua model ini mendapat kritik dari Hammer dan yang lain karena dianggap kurang memberdayakan siswa. Beberapa model pembelajaran yang lain yang dimaksudkan mengatasi konsepsi alternative ini antara lain learning cycles (Karplus, 1981), Conceptual change theory oleh Posner et al. (1982), bridging analogies (Clement, 1988; Perschard & Bitbol, 2008), microcomputer-based laboratory experiences (Thornton & Sokolof, 1990;Thornton, 1987), disequilibration techniques (Minstrell, 1989; Dykstra, Boyle, & Monarch, 1992), pendekatan inkuiri yang digabung dengan strategi substitusi konsep (Harrison et al., 1999), pengajaran metaconceptual untuk mempengaruhi aspek problematic tertentu dari perubahan konseptual (Wiser & Amin, 2001), dan a teaching model (Thomaz et al., 1995).
Secara umum pendekatan yang digunakan pada model-model di atas adalah dengan mengarahkan siswa untuk masuk pada konsepsi alternative mereka. Selanjutnya mereka dibenturkan dengan pengalaman baru yang benar dan bertentangan dengan keyakinan mereka. Pendekatan ini didasarkan pada perspektif pembelajaran Piagetian. Yang menjadi sentral dalam mengatasi konsepsi alternative ini adalah peranan siswa dalam mengorganisasi pengetahuannya.
Pendekatan ini secara umum terdiri atas 3 fase: dapatkan, benturkan, pecahkan (Elicit-Confront-Resolve). Dalam model ini dalam fase pertama guru menggali respon siswa terhadap suatu situasi. Selanjutnya benturkan siswa dengan situasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Dalam fase ini, jika prediksi mereka salah, maka mereka akan mengalami konflik kognitif antara prediksi dan pengalaman. Dengan demikian siswa memerlukan suatu pemahaman konsep baru dan termotivasi untuk memecahkan konflik tersebut.
Namun demikian, menurut beberapa penelitian pendidikan fisika, pendekatan seperti ini tidak selalu efektif dalam pembelajaran fisika. Penggunaan Modeling Method of Instruction menegaskan pernyataan ini. Pengujian dengan Force Concept Inventory untuk menilai keefektifan guru mencapai standar minimal performa pengajaran menunjukkan bahwa guru baru (novices modeler) yang menggunakan metode tersebut hanya mampu meningkatkan skor FCI siswanya sebesar 16%. Sedangkan guru ahli (experts modeler) dengan metode yang sama menghasilkan peningkatan lebih dari 40%.
Didasarkan pada pengalamannya bergaul dengan guru ahli (experts modeler) di Chicago ITQ Science Project, Wenning mengusulkan suatu pendekatan atau model baru dalam mengatasi konsepsi alternative dalam fisika yang dia sebut dengan model ECIRR (Elicit-Confront-Identify-Resolve-Reinforce), dapatkan-benturkan-identifikasi-pecahkan-kuatkan. Wenning menambahkan Identify dan Reinforce bagi pengembangan modelnya. Dia membahas pentingnya dua langkah yang dia masukkan melalui pendekatan psikologi kognitif.
Langkah identifikasi digunakan untuk menjadikan siswa sadar bahwa ada konsepsi alternative dalam diri mereka. Namun demikian, penyadaran ini tidak boleh dilakukan dengan mengatakan kepada mereka bahwa mereka salah. Langkah ini harus mengikuti langkah benturkan secara halus. Sedangkan langkah penguatan harus dilakukan secara berulang, setiap saat, dan dalam berbagai kondisi.
Pada bagian akhir, Wenning memberikan contoh bagaimana langkah-langkah ECIRR ini diterapkan dalam menanggulangi konsepsi alternative: tidak ada gaya gravitasi di ruang angkasa.
Komentar:
Dalam artikel ini penulis mengajukan sebuah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi masalah konsepsi alternatif, dan penelitiannya masih belum dilaksanakan. Oleh karena itu sangat memberi peluang bagi kita untuk menindaklanjuti temuan dalam artikel ini dan meneliti secara mendalam model ECIRR secara serius.
Carl J. Wenning, Physics Teacher Education Program, Illinois State University, Normal, IL 61790-4560
E-mail: wenning@phy.ilstu.edu
Journal of Physics Teacher Education Online, Vol. 5, No. 1 Summer 2008 Page 11 – 19, www.phy.ilstu.edu/jpteo
Dalam artikel ini Wenning mengemukakan keberadaan konsepsi alternatif (alternative conceptions) pada berbagai jenjang pendidikan siswa. Konsepsi alternative diartikan sebagai pemahaman yang dipegang oleh siswa yang bertentangan pemahaman umum yang diterima secara ilmiah oleh kebanyakan ilmuwan. Masalah konsepsi alternatif yang dibahas terutama masalah fisika mekanika Newtonian. Pembahasannya dimulai dari berbagai contoh konsepsi alternatif dalam mekanika. Misalkan percepatan sebuah benda yang jatuh tergantung pada massanya. Atau, tidak ada gaya gravitasi di ruang angkasa.
Wenning juga mendiskusikan asal mula konsepsi alternatif ini pada siswa. Menurutnya, sulit sekali menemukan asal-mulanya konsepsi alternatif ini. Hal-hal yang memungkinkan menjadi penyebab timbulnya konsepsi alternatif ini bisa berasal dari kesalahan pemahaman, miskomunikasi, misedukasi, bahkan bisa karena kesalahan penerapan prinsip-prinsip fisika yang telah terbangun dengan baik. Penyebab lainnya bisa berasal pernyataan-pernyataan salah yang dikenalnya melalui lingkungan, orangtua, teman, bahkan gurunya.
Wenning juga mengemukakan bagaimana sejarah perkembangan upaya-upaya untuk menanggulangi keberadaan konsepsi alternative ini. Beberapa model yang telah dikembangkan antara lain Conceptual Change Model dan Concept Exchange Model. Kedua model ini termasuk model yang paling awal dikembangkan.Kedua model ini mendapat kritik dari Hammer dan yang lain karena dianggap kurang memberdayakan siswa. Beberapa model pembelajaran yang lain yang dimaksudkan mengatasi konsepsi alternative ini antara lain learning cycles (Karplus, 1981), Conceptual change theory oleh Posner et al. (1982), bridging analogies (Clement, 1988; Perschard & Bitbol, 2008), microcomputer-based laboratory experiences (Thornton & Sokolof, 1990;Thornton, 1987), disequilibration techniques (Minstrell, 1989; Dykstra, Boyle, & Monarch, 1992), pendekatan inkuiri yang digabung dengan strategi substitusi konsep (Harrison et al., 1999), pengajaran metaconceptual untuk mempengaruhi aspek problematic tertentu dari perubahan konseptual (Wiser & Amin, 2001), dan a teaching model (Thomaz et al., 1995).
Secara umum pendekatan yang digunakan pada model-model di atas adalah dengan mengarahkan siswa untuk masuk pada konsepsi alternative mereka. Selanjutnya mereka dibenturkan dengan pengalaman baru yang benar dan bertentangan dengan keyakinan mereka. Pendekatan ini didasarkan pada perspektif pembelajaran Piagetian. Yang menjadi sentral dalam mengatasi konsepsi alternative ini adalah peranan siswa dalam mengorganisasi pengetahuannya.
Pendekatan ini secara umum terdiri atas 3 fase: dapatkan, benturkan, pecahkan (Elicit-Confront-Resolve). Dalam model ini dalam fase pertama guru menggali respon siswa terhadap suatu situasi. Selanjutnya benturkan siswa dengan situasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Dalam fase ini, jika prediksi mereka salah, maka mereka akan mengalami konflik kognitif antara prediksi dan pengalaman. Dengan demikian siswa memerlukan suatu pemahaman konsep baru dan termotivasi untuk memecahkan konflik tersebut.
Namun demikian, menurut beberapa penelitian pendidikan fisika, pendekatan seperti ini tidak selalu efektif dalam pembelajaran fisika. Penggunaan Modeling Method of Instruction menegaskan pernyataan ini. Pengujian dengan Force Concept Inventory untuk menilai keefektifan guru mencapai standar minimal performa pengajaran menunjukkan bahwa guru baru (novices modeler) yang menggunakan metode tersebut hanya mampu meningkatkan skor FCI siswanya sebesar 16%. Sedangkan guru ahli (experts modeler) dengan metode yang sama menghasilkan peningkatan lebih dari 40%.
Didasarkan pada pengalamannya bergaul dengan guru ahli (experts modeler) di Chicago ITQ Science Project, Wenning mengusulkan suatu pendekatan atau model baru dalam mengatasi konsepsi alternative dalam fisika yang dia sebut dengan model ECIRR (Elicit-Confront-Identify-Resolve-Reinforce), dapatkan-benturkan-identifikasi-pecahkan-kuatkan. Wenning menambahkan Identify dan Reinforce bagi pengembangan modelnya. Dia membahas pentingnya dua langkah yang dia masukkan melalui pendekatan psikologi kognitif.
Langkah identifikasi digunakan untuk menjadikan siswa sadar bahwa ada konsepsi alternative dalam diri mereka. Namun demikian, penyadaran ini tidak boleh dilakukan dengan mengatakan kepada mereka bahwa mereka salah. Langkah ini harus mengikuti langkah benturkan secara halus. Sedangkan langkah penguatan harus dilakukan secara berulang, setiap saat, dan dalam berbagai kondisi.
Pada bagian akhir, Wenning memberikan contoh bagaimana langkah-langkah ECIRR ini diterapkan dalam menanggulangi konsepsi alternative: tidak ada gaya gravitasi di ruang angkasa.
Komentar:
Dalam artikel ini penulis mengajukan sebuah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi masalah konsepsi alternatif, dan penelitiannya masih belum dilaksanakan. Oleh karena itu sangat memberi peluang bagi kita untuk menindaklanjuti temuan dalam artikel ini dan meneliti secara mendalam model ECIRR secara serius.
PENELITIAN EVALUASI DAN R&D
1. Kegunaan utama dari evaluasi pendidikan :
• Evaluasi pendidikan dipandang sebagai alat penting dalam analisis kebijakan, proses politis, dan manajemen program. Terhadap analisis kebijakan, penelitian evaluasi memberikan data penting tentang biaya, keuntungan, dan permasalahan-permasalahan dari berbagai alternative program. Terhadap proses politis, temuan-temuan evaluasi digunakan sebagai pembelaan terhadap perundang-undangan tertentu dan anggaran yang digunakan.
• Juga berguna sebagai pertanggungjawaban manajemen dan membantu manajer membuat keputusan yang berhubungan dengan desain program, personel dan biaya.
2. Perbedaan utama antara penelitian evaluasi dan jenis penelitian lainnya.
PENELITIAN EVALUASI PENELITIAN PENDIDIKAN JENIS LAIN
Diprakarsai oleh seseorang yang memerlukan keputusan berkaitan dengan kebijakan, manajemen, atau strategi politik. Ditujukan untuk mengembangkan pemahaman terhadap fenomena tertentu.
Untuk tujuan yang sangat spesifik. Untuk menentukan generalisasi hubungan antar variable.
Didesain untuk menghasilkan data yang berkaitan dengan nilai atau manfaat suatu fenomena pendidikan. Didesain untuk menemukan karakteristik esensial dari fenomena pendidikan.
3. Menjelaskan alasan-alasan dalam melakukan evaluasi. Studi evaluasi dapat diprakarsai oleh ketertarikan personal evaluator atau pesanan dari seseorang atau agen tertentu, atau kedua-duanya. Bila evaluasi atas prakarsa pribadi, Anda hanya memerlukan pada diri Anda mengapa evaluasi itu dilakukan. Jika bersifat pesanan, seorang evaluator harus mempertimbangkan penyelidikan untuk menentukan semua alasan bagi evaluasi yang dipesan tersebut. Evaluasi bisa diminta karena hal itu diperlukan oleh suatu badan akreditasi atau penyandang dana. Evaluasi ini biasanya terligitimasi. Terkadang evaluasi juga diminta untuk alasan yang lebih meragukan. Misalkan untuk memantau perilaku staff suatu program. Atau untuk memperoleh bukti yang dapat digunakan sebagai alasan pembenar bagi dihentikannya suatu program atau pengurangan pendanaannya. Atau untuk memperoleh informasi yang akan merefleksikan bahwa beberapa anggota staf program tertentu tidak menguntungkan. Jika anggota staf tersebut merasa bahwa tujuan hal ini yang merukan tujuan pokok suatu evalusi, mereka dangat mungkin akan melakukan sabotase untuk terhadap pekerjaan evaluator.
Untuk menetukan legitimasi sebuah evaluasi, evaluator perlu melakukan wawancara terhadap personal kunci apakah evaluasi tersebut beralasan dan etis. Para pakar evalusi merekomendasikan agar Anda meolak untuk melakukan evaluasi jika sekiranya akan terjadi atau dimungkinkan terjadi pelanggaran etik.
4. Menyeleksi Model Evaluasi. Evaluator perlu menguraikan alasan-alasan dalam melakukan suatu studi evaluasi; baik evaluasi yang diprakarsai sendiri, maupun yang bersifat pesanan. Penguraian alasan ini penting untuk memilih model evaluasi yang akan dipilih. Model-model atau pendekatan ini berbeda dalam beberapa dimensi, diantaranya:
• Tujuan evaluasi dan pertanyaan yang ditanyakan
• Metode pengumpulan datanya
• Hubungan antara evaluator sebagai administrator yang mengatur jalannya evaluasi dengan individu-individu dalam program atau organisasi yang dievaluasi.
Untuk studi sekolah menengah, Strahan, Cooper, dan Ward memilih model evaluasi kolaboratif sebagai panduan bagi proses evaluasi mereka. Model evaluasi kolaboratif adalah setiap evaluasi dimana terdapat suatu derajat kolaborasi atau kerjasama yang signifikan antara evaluator dan stakeholder dalam merencanakan dan/atau melakukan evaluasi. Model ini serupa dalam beberapa aspek dengan model evaluasi responsive yang akan dijelaskan di belakang.
5. Mengidentifikasi Stakeholder. Identifikasi tingkat kepentingan stakeholder yang akan dipengaruhi oleh studi evaluasi. Mengabaikan beberapa diantara mereka bisa mengakibatkan konsekuensi politik yang serius.
6. “Objek” penelitian evaluasi:
a. Metode pembelajaran (perkuliahan, pengajaran inkuiri, pendekatan linguistic pada pengajaran membaca, dan lain-lain)
b. Materi kurikulum (buku teks, paket multimedia, dan lain-lain)
c. Program-program
d. Organisasi (sekolah alternative, pusat sumber daya, dan lain-lain)
e. Tenaga Pendidik
f. Siswa (siswa sekolah dasar, mahasiswa, siswa cerdas berbakat, siswa dengan masalah perilaku, dan lain-lain)
7. Memutuskan apa yang akan dievaluasi. Gambarkan semua kemungkinan aspek program yang dapat dievaluasi sebagai langkah dalam menentukan aspek-aspek tertentu yang akan menjadi focus evaluasi. Aspek-aspek ini dapat dikelompokkan menjadi: tujuan (goal), sumber daya, prosedur, dan manajemen.
• Tujuan (goal) program
Pertimbangan kelayakan tujuan program merupakan sentral dari sebagian besar studi evaluasi. Ada tujuan umum (goal), ada tujuan tujuan khusus (objective). Tujuan khusus terkadang dinyatakan dalam bentuk perilaku, yang dapat diamati pada partisipan program. Hal ini diistilahkan dengan behavioral objective. Biasanya memiliki 3 komponen: pernyataan tujuan program yang teramati; kriteria kesuksesan performance dari perilaku; dan konteks situasional dimana perilaku tersebut terbentuk.
• Sumberdaya
Sumberdaya adalah personel, peralatan, ruang, dan berbagai item lainnya yang diperlukan untuk mengimplementsikan prosedur-prosedur program.
Studi yang mendalami hubungan antar sumberdaya yang diperlukan dengan keluaran yang dicapai oleh program kadang disebut cost-benefit research atau input-output research.
Contoh pertanyaan: Apakah sumber daya kita sekarang cukup untuk menjalankan program seperti yang diinginkan pengembangnya? Apakah program ini terlalu mahal? Yang manakah dari dua program membaca ini yang lebih baik dibeli?
• Prodesur
Prosedur adalah teknik, strategi, dan proses lainnya yang berhubungan dengan sumber daya untuk mencapai tujuan program.
Contoh pertanyaan: Berapa lama guru perlu menggunakan bahan ajar sebelum siswa menguasai isinya? Apakah guru mempunyai kesulitan dalam menerapkan pendekatan inkuiri pada pengajaran sains? Pada tingkatan yang bagaimanakah guru menggunakan pendekatan inkuiri?
• Manajemen program
Penelitian evaluasi dapat difokuskan pada system manajemen yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya dan prosedur program. Atau pada dampak pengaruh system manajemen terhadap tujuan program yang dicapai.
Contoh pertanyaan: Apakah system manajemen menjamin keefektifan penggunaan sumber daya? Apakah system manajemen cukup efisien? Apakah prosedur manajemen berjalan sesuai dengan yang diinginkan pengembang program?
8. Mengidentifikasi Pertanyaan-pertanyaan Evaluasi. Lee Cronbach membedakannya menjadi dua fase. (1) fase divergen dalam mengumpulkan suatu daftar pertanyaan, isu, concern, dan informasi secara komprehensif, melibatkan semua stakeholder. (2) fase konvergen dengan menyeleksi daftar pertanyaan untuk memperoleh pertanyaan-pertanyaan paling penting yang sekiranya dapat dijawab dengan sumber daya yang memungkinkan. Hal ini dilakukan melalui kolaborasi dengan stakeholder signifikan
9. Mengembangkan desain dan jadwal evaluasi. Banyak Studi Evaluasi yang memiliki keserupaan dengan studi penelitian dalam hal desain, eksekusi, dan pelaporannya. Jadi, setiap prosedur penelitian yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya (kelompok-kelompok sebelumnya ) dapat dimasukkan ke dalam desain sebuah studi evaluasi.
Banyak studi evaluasi menggunakan suatu desain eksperimen atau kuasi-eksperimen, karena seringkali pertanyaan utama studi ini menyangkut seberapa baikkah sebuah program bekerja (program merupakan perlakuan eksperimental).
Dalam studi evaluasi biasanya ada batas waktu tertentu bagi terselesaikannya laporan akhir. Oleh karena itu diperlukan jadwal waktu yang ketat dalam merencanakan kegiatan evaluasi. Hal ini akan sangat membantu untuk mengidentifikasi setiap tahapan, kegiatan, atau dokumen yang perlu dikumpulkan dalam melengkapi studi ini.
10. Mengumpulkan dan Mengevaluasi Data Evaluasi. Kumpulan dan analisis data studi evaluasi serupa dengan studi penelitian lainnya. Sebagai contoh, studi evaluasi sekolah menengah terutama yang melibatkan desain diskriptif terhadap perspektif stakeholder dan prestasi siswa diukur dalam tiap tahun ajaran. Diantara instrument pengumpulan datanya adalah:
• The Comprehensive Middle School Survey, kuisioner yang mengukur persepsi stakeholder terhadap berbagai unsur sekolah menengah (di Amerika)
• State-mandated End-of-Grade achievement tests (semacam UNAS)
• Interview takterstruktur
• Kuisioner informal yang dikembangkan untuk penggunaan dalam lokal sekolah
• The School Climate and Safety Survey, kuisioner yang mengukur persepsi guru dan siswa tentang keamanan sekolah (di Amerika)
11. Pelaporan Hasil. Hasil dilaporkan disesuaikan tingkat kepentingan stakeholder. Bagi penulisan tesis atau disertasi, disesuaikan dengan teknik pelaporan baku masing-masing universitas. Evaluator juga perlu menyiapkan artikel untuk jurnal untuk menyebarkan temuan mereka dalam komunitas peneliti evaluasi yang lebih luas.
Kriteria Suatu Studi Evaluasi yang Baik
12. Standar Program Evaluasi. Standard for Evaluations of Educational Programs, Projects, and Materials, pertama kali dipublikasikan tahun 1981, dan direvisi di tahun 1994 dengan judul Program Evaluation Standards. Standar ini tentu saja di Amerika. (Saya tidak tahu apakah di Indonesia sudah ada standar semacam ini, atau apakah di Indonesia standar ini juga diberlakukan begitu saja). Standar ini dikembangkan oleh Komite Bersama untuk Standar Evaluasi Pendidikan (Joint Committee on Standards for Educational Evaluation).
Standar ini meliputi 4 kriteria: kegunaan, ke-terkerjakan, kesopanan, dan keakuratan. Masing-masing dipaparkan:
• Kegunaan (utility)
1. Identifikasi stakeholder
2. Kredibilitas evaluator
3. Identifikasi nilai
4. Kejelasan laporan
5. Ketepatan waktu pelaporan dan penyebaran
6. Dampak evaluasi
• Ke-terkerjakan (feasibility)
7. Praktis secara prosedur
8. Dapat dilangsungkan secara politis
9. Keefektifan biaya
• Kesopanan (Propriety)
10. Berorientasi pelayanan
11. Persetujuan formal
12. Perlindungan HAM
13. Interaksi kemanusiaan
14. Penilaian menyeluruh dan adil
15. Penyingkapan temuan
16. Konflik kepentingan
17. Pertanggungjawaban keuangan
• Keakuratan (accuracy)
18. Dokumentasi program
19. Analisis konteks
20. Penggambaran tujuan dan prosedur
21. Sumber informasi yang dapat dipertahankan
22. Informasi valid
23. Informasi reliable
24. Informasi sistematik
25. Analisis informasi kuantitatif
26. Analisis informasi kualitatif
27. Kesimpulan yang beralasan
28. Pelaporan berimbang
29. Meta-evaluation
Model Evaluasi Pendekatan Kuantitatif
1. Evaluasi individu (Evaluation of the Individual)
Difokuskan pada pengukuran perbedaan individual, dan keputusan dibuat dengan membandingkan individu dengan sejumlah norma atau criteria. Evaluasi ini masih cukup banyak digunakan (di Amerika).
2. Evaluasi berbasis tujuan (Objectives-Based Evaluation)
Dipelopori oleh Ralph Tyler dalam melakukan evaluasi kurikulum sekitar tahun 1940-an. Pandangan Tyler bahwa kurikulum harus diorganisir di seputar tujuan (objectives) yang eksplisit dan letak kesuksesannya diukur dari seberapa baik siswa dalam meraih tujuan tersebut.
Malcolm Provus mengembangkan model evaluasi ketaksesuaian (discrepancy evaluation) yang mendukung model Tyler. Dalam model ini dicari ketaksesuaian antara tujuan suatu program dengan pencapaian tujuan actual siswa. Informasi yang dihasilkan dapat dijadikan panduan bagi keputusan manajemen program.
Model lain yang menggunakan pendekatan berbasis tujuan adalah analisis biaya. Digunakan untuk menentukan (1) hubungan antara biaya suatu program dengan keuntungannya, (biasa disebut cost-benefit ratio), atau (2) hubungan antara dari beberapa intervensi relative terhadap keefektifan terukur dari intervensi tersebut dalam mencapai outcame yang diinginkan (biasa disebut cost-effectiveness).
Dalam merencanakan studi mengenai pencapaian tujuan instraksional siswa salah satu paling perlu mendapatkan perhatian adalah pengukuran tujuannya. Adalah sangat berguna bila tujuan ini dinyatakan dalam bentuk perilaku, yang berarti bahwa outcome program dinyatakan dalam bentuk perilaku dimana setiap orang dapat mengamatinya pada partisipan program tersebut. Tipe tujuan ini, yang biasanya disebut behavioral objective, biasanya memiliki tiga komponen: pernyataan tujuan program sebagai sesuatu yang teramati, bersifat perilaku; criteria kesuksesan performance prilaku; dan konteks situasional perilaku tersebut dapat terbentuk.
3. Needs Assessment
Needs diartikan sebagai kesenjangan antara keadaan yang ada dengan keadaan yang diharapkan. Nilai penting tipe penelitian ini adalah pada penyediaan landasan bagi pengembangan sebuah program baru atau perubahan terhadap program yang ada.
Contohnya disertasi yang dilakukan oleh Jamil Effarah (University of Oregon, 1977). Dia mengumpulkan informasi tentang tingkatan dimana Electronic Data Processing (EDP) diperlukan dan harus diajarkan sebagai sebuah topic dalam kurikulum sekolah tinggi program pendidikan bisnis. Penelitian ini didesain sebagai questionnaire survey untuk mengumpulkan informasi dari busu sekolah tinggi bisnis tentang status pengajaran EDP dalam program mereka, dan mengumpulkan pendapat mereka tentang status pengajaran EDP.
4. Evaluasi untuk membantu pembuatan keputusan.
Disebut juga model CIPP, dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan kolega. CIPP merupakan akronom dari 4 tipe evaluasi pendidikan yang terlibat dalam model ini: context evaluation, input evaluation, process evaluation, dan product evaluation.
Context evaluation (evaluasi konteks) meliputi analisis masalah dan kebutuhan dalam suatu pengaturan pendidikan tertentu. Kebutuhan diartikan sebagai ketidaksesuaian antara kondisi yang ada dengan kondisi yang diinginkan.
Input Evaluation (evaluasi input) menyangkut pertimbangan tentang sumber daya dan strategi yang diperlukan dalam mencapai goal dan objective sebuah program. Evaluasi input mensyaratkan agar evaluator memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya dan strategi yang memungkinkan, seperti halnya pengetahuan tentang penelitian pada keefektifan dalam pencapaian tipe yang berbeda dari outcome program.
Process Evaluation (evaluasi proses) mencakup pengumpulan data evaluasi ketika sebuah program sudah dibuat dan dijalankan.
Product Evaluation (evaluasi produk) untuk menentukan tingkat dimana goal program tercapai.
Model Evaluasi Pendekatan Kualitatif
5. Evaluation to Identify Issues and Concerns
Dikembangkan berdasarkan kenyataan bahwa pada umumnya orang-orang tidak suka dievaluasi. Salah satu model ini adalah responsive evaluation (evaluasi responsive). Responsive evaluation menekankan pada metode inkuiri subjektif untuk meningkatkan pemahaman yang mendalam terhadap concern, issue dan hal yang berhubungan lainnya.
Concern adalah segala sesuatu yang mana para stakeholder merasa tidak nyaman atau terancam. Atau juga setiap klaim yang mana mereka ingin untuk mendapatkan dukungan.
Issue adalah setiap poin pernyataan tentang stakeholder
Ada 4 fase yang diidentifikasi pleh Egon Guba dan Yvonna Lincoln dalam evaluasi responsive:
(1) inisiasi dan organisasi evaluasi. Dalam tahap ini stakeholder diidentifkasi. (2) identifikasi isu dan concern kunci, melalui wawancara dengan stakeholder. (3) pengumpulan informasi yang berguna, melalui berbagai cara seperti observasi natural, interview, kuisioner, dan tes terstandar. (4) melaporkan hasil secara efektif dan member rekomendasi. adversarial
6. Model Evaluasi Kuasi-Legal
Salah satu model ini adalah Adversary Evaluation. Lebih terstruktur daripada model responsive evaluation.
Memiliki 4 tahap pokok:
a. Membangun isu
Contoh pertanyaan: “Apakah program ini harus dihentikan, dan diganti dengan program alternative yang lain?”, “Apakah pendanaan program ini harus ditambah 50%?”, “apakah siswa mengalami peningkatan pembelajaran seperti yang kita harapkan?”
b. Mereduksi isu sehingga mengerucut pada hal-hal yang dapat dikendalikan.
c. Membentuk dua tim evaluasi (yang berlawanan) dan keduanya menyiapkan argument yang mendukung dan menentang program pada masing-masing isu.
d. Langkah terakhir, kedua tim melakukan sesi prehearing dan formal hearing. Kedua tim mengajukan argumennya.
7. Evaluasi berbasis keahlian (Expertise-Based Evaluation)
Menggunakan pakar untuk memberikan pertimbangan dan keputusan bagi sebuah program pendidikan, contohnya dalam akreditasi periodic oleh badan akreditasi yang terdiri dari para pakar.
Penelitian dan Pengembangan dalam Pendidikan (R&D)
Tujuan utama:
1. Mengembangkan produk, disebut fungsi pengembangan
2. Uji efektivitas produk, disebut fungsi validasi
Langkah-langkah siklus R & D (mengacu pada buku Educational Research oleh Borg dan Gall edisi keempat) :
1. Lakukan penelitian dan pengumpulan informasi. Langkah ini meliputi kajian pustaka, pengamatan, persiapan laporan tentang pokok masalah.
2. Melakukan perencanaan. Terdiri dari
3. Mengembangkan bentuk produk awal (penyiapan materi pelajaran, penyususnan buku pegangan, perlengkapan evaluasi)
4. Lakukan uji lapangan permulaan (dilakukan pada 2-3 sekolah dengan 6 – 12 subject) data wawancara, observasi, dan kuisioner dikumpulkan dan dianalisis.
5. Melakukan revisi terhadap produk utama (sesuai saran dari uji lapangan awal)
6. Melakukan uji lapangan utama. Data kuantitatif tentang unjuk kerja subjek pada pra pelatihan dan pasca pelatihan dikumpulkan dan hasilnya dinilai sesuai dengan tujuan pelatihan dan dibandingkan dengan data kelompok bila memungkinkan.
7. Lakukan revisi terhadap produk operasional. (revisi produk berdasarkan saran dari uji lapangan utama)
8. Lakukan uji coba lapangan operasional. Wawancara, observasi dan kuisioner dikumpulkan dan dianalisis.
9. Lakukan revisi terhadap produk akhir (revisi produk berdasarkan saran dari uji coba lapangan)
10. Mendesiminasikan dan mengimplementasikan produk (membuat laporan produk pada pertemuan professional dan jurnal)
Dalam edisi yang digunakan teman-teman (7 atau 8??), Borg dan Gall mengemukakan sbb:
Salah satu model yang paling banyak digunakan dalam R&D bidang pendidikan adalah model pendekatan system yang didesain oleh Walter Dick dan Lou Carey:
• Langkah 1 meliputi pendefinisian tujuan bagi program pembelajaran. Seringkali langkah ini termasuk dalam needs assessment.
• Langkah 2 dan 3 bisa berurutan atau serempak. Dalam langkah 2 analisis dilakukan untuk mengidentifikasi keterampilan, prosedur, atau tugas belajar tertentu yang diperlukan dalam mencapai tujuan. Langkah 3 dirancang untuk mengidentifikasi keterampilan dan sikap yang sudah dikuasai pelajar, karakteristik seting pembelajaran, dan karakteristik seting dimana pengetahuan dan keterampilan baru akan digunakan.
• Langkah 4 menerjemahkan kebutuhan (needs) dan tujuan (goals) pembelajaran ke dalam tujuan performance tertenu (behavioral objectives).
• Langkah 5 mengembangkan instrument penilaian. Instrument ini harus secara langsung berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam behavioral objectives.
• Langkah 6 mengembangkan strategi pembelajaran tertentu untuk membantu pelajar melalui usahanya mencapai performance objectives.
• Langkah 7 mengembangkan bahan pembelajaran, diantaranya bahan cetak seperti buku teks dan manual pelatihan guru, atau media lainnya seperti kaset dan video interaktif.
• Langkah 8, 9, dan 10 meliputi kegiatan penetian yang disebut formative and summative evaluastion, yang diformulasikan oleh Michael Scriven.
Formative and Summative Evaluation
• Formative evaluation berfungsi untuk mengumpulkan data suatu program pendidikan yang mana program tersebut masih sedang dikembangkan. Data evaluative dapat digunakan oleh para pengembangnya untuk “membentuk” dan memodifikasi program. Siklus pengembangannya adalah dalam wujud R&D Ciclus.
• Dick dan Carey merekomendasikan 3 tingkatan bagi evaluasi formatif: (1) uji coba prototype bahan secara satu-satu, yaitu satu evaluator berkerja dengan satu pelajar. (2) Uji coba kelompok kecil dengan 6 – 8 orang. (3) Uji coba lapangan bagi seluruh siswa.
• Summative Evaluation. Dilakukan untuk menentukan tingkat kemanfaatan suatu program, khususnya dibandingkan dengan program pesaingnya.
• Evaluasi formatif biasanya dilakukan oleh “in-house” evaluator, yang kerjanya membantu pengembang program. Dalam praktiknya, selama proses pengembangan program, beberapa anggota tim dapat memainkan peran ganda, sebagai pengembang sekaligus sebagai evaluator.
• Evaluasi sumatif biasanya dilakukan oleh external evaluator. Orang ini tidak harus memiliki hubungan dengan tim pengembang, dalam rangka menjamin tidak terjadinya bias dalam pelaksanaannya. Evaluator sumatif lebih mendengarkan kebutuhan dan persyaratan yang diinginkan pembuat keputusan pendidikan, pengguna potensial suatu program, dan agen yang membiayai pengembangan program.
• Evaluasi formatif dan sumatif sering berbeda dalam hal instrumentasi, kendali penelitian, dan dapatnya tergeneralisasi. Data formatif lebih mengarah pada pengumpulan data melalui observasi, kuisioner, dan interview. Kendali penelitian dan dapatnya tergeneralisasi bukan hal yang terlalu mendapat perhatian. Sebaliknya, penelitian sumatif lebih mengarah pada pengumpulan data melalui instrument yang terstandarisasi yang memiliki validitas dan reliabilitas. Kendali penelitian dan dapatnya tergeneralisasi dibangun dalam mendesain penelitian evaluasi sumatif.
Langkah-langkah Model Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Pendekatan Sistem
• Evaluasi pendidikan dipandang sebagai alat penting dalam analisis kebijakan, proses politis, dan manajemen program. Terhadap analisis kebijakan, penelitian evaluasi memberikan data penting tentang biaya, keuntungan, dan permasalahan-permasalahan dari berbagai alternative program. Terhadap proses politis, temuan-temuan evaluasi digunakan sebagai pembelaan terhadap perundang-undangan tertentu dan anggaran yang digunakan.
• Juga berguna sebagai pertanggungjawaban manajemen dan membantu manajer membuat keputusan yang berhubungan dengan desain program, personel dan biaya.
2. Perbedaan utama antara penelitian evaluasi dan jenis penelitian lainnya.
PENELITIAN EVALUASI PENELITIAN PENDIDIKAN JENIS LAIN
Diprakarsai oleh seseorang yang memerlukan keputusan berkaitan dengan kebijakan, manajemen, atau strategi politik. Ditujukan untuk mengembangkan pemahaman terhadap fenomena tertentu.
Untuk tujuan yang sangat spesifik. Untuk menentukan generalisasi hubungan antar variable.
Didesain untuk menghasilkan data yang berkaitan dengan nilai atau manfaat suatu fenomena pendidikan. Didesain untuk menemukan karakteristik esensial dari fenomena pendidikan.
3. Menjelaskan alasan-alasan dalam melakukan evaluasi. Studi evaluasi dapat diprakarsai oleh ketertarikan personal evaluator atau pesanan dari seseorang atau agen tertentu, atau kedua-duanya. Bila evaluasi atas prakarsa pribadi, Anda hanya memerlukan pada diri Anda mengapa evaluasi itu dilakukan. Jika bersifat pesanan, seorang evaluator harus mempertimbangkan penyelidikan untuk menentukan semua alasan bagi evaluasi yang dipesan tersebut. Evaluasi bisa diminta karena hal itu diperlukan oleh suatu badan akreditasi atau penyandang dana. Evaluasi ini biasanya terligitimasi. Terkadang evaluasi juga diminta untuk alasan yang lebih meragukan. Misalkan untuk memantau perilaku staff suatu program. Atau untuk memperoleh bukti yang dapat digunakan sebagai alasan pembenar bagi dihentikannya suatu program atau pengurangan pendanaannya. Atau untuk memperoleh informasi yang akan merefleksikan bahwa beberapa anggota staf program tertentu tidak menguntungkan. Jika anggota staf tersebut merasa bahwa tujuan hal ini yang merukan tujuan pokok suatu evalusi, mereka dangat mungkin akan melakukan sabotase untuk terhadap pekerjaan evaluator.
Untuk menetukan legitimasi sebuah evaluasi, evaluator perlu melakukan wawancara terhadap personal kunci apakah evaluasi tersebut beralasan dan etis. Para pakar evalusi merekomendasikan agar Anda meolak untuk melakukan evaluasi jika sekiranya akan terjadi atau dimungkinkan terjadi pelanggaran etik.
4. Menyeleksi Model Evaluasi. Evaluator perlu menguraikan alasan-alasan dalam melakukan suatu studi evaluasi; baik evaluasi yang diprakarsai sendiri, maupun yang bersifat pesanan. Penguraian alasan ini penting untuk memilih model evaluasi yang akan dipilih. Model-model atau pendekatan ini berbeda dalam beberapa dimensi, diantaranya:
• Tujuan evaluasi dan pertanyaan yang ditanyakan
• Metode pengumpulan datanya
• Hubungan antara evaluator sebagai administrator yang mengatur jalannya evaluasi dengan individu-individu dalam program atau organisasi yang dievaluasi.
Untuk studi sekolah menengah, Strahan, Cooper, dan Ward memilih model evaluasi kolaboratif sebagai panduan bagi proses evaluasi mereka. Model evaluasi kolaboratif adalah setiap evaluasi dimana terdapat suatu derajat kolaborasi atau kerjasama yang signifikan antara evaluator dan stakeholder dalam merencanakan dan/atau melakukan evaluasi. Model ini serupa dalam beberapa aspek dengan model evaluasi responsive yang akan dijelaskan di belakang.
5. Mengidentifikasi Stakeholder. Identifikasi tingkat kepentingan stakeholder yang akan dipengaruhi oleh studi evaluasi. Mengabaikan beberapa diantara mereka bisa mengakibatkan konsekuensi politik yang serius.
6. “Objek” penelitian evaluasi:
a. Metode pembelajaran (perkuliahan, pengajaran inkuiri, pendekatan linguistic pada pengajaran membaca, dan lain-lain)
b. Materi kurikulum (buku teks, paket multimedia, dan lain-lain)
c. Program-program
d. Organisasi (sekolah alternative, pusat sumber daya, dan lain-lain)
e. Tenaga Pendidik
f. Siswa (siswa sekolah dasar, mahasiswa, siswa cerdas berbakat, siswa dengan masalah perilaku, dan lain-lain)
7. Memutuskan apa yang akan dievaluasi. Gambarkan semua kemungkinan aspek program yang dapat dievaluasi sebagai langkah dalam menentukan aspek-aspek tertentu yang akan menjadi focus evaluasi. Aspek-aspek ini dapat dikelompokkan menjadi: tujuan (goal), sumber daya, prosedur, dan manajemen.
• Tujuan (goal) program
Pertimbangan kelayakan tujuan program merupakan sentral dari sebagian besar studi evaluasi. Ada tujuan umum (goal), ada tujuan tujuan khusus (objective). Tujuan khusus terkadang dinyatakan dalam bentuk perilaku, yang dapat diamati pada partisipan program. Hal ini diistilahkan dengan behavioral objective. Biasanya memiliki 3 komponen: pernyataan tujuan program yang teramati; kriteria kesuksesan performance dari perilaku; dan konteks situasional dimana perilaku tersebut terbentuk.
• Sumberdaya
Sumberdaya adalah personel, peralatan, ruang, dan berbagai item lainnya yang diperlukan untuk mengimplementsikan prosedur-prosedur program.
Studi yang mendalami hubungan antar sumberdaya yang diperlukan dengan keluaran yang dicapai oleh program kadang disebut cost-benefit research atau input-output research.
Contoh pertanyaan: Apakah sumber daya kita sekarang cukup untuk menjalankan program seperti yang diinginkan pengembangnya? Apakah program ini terlalu mahal? Yang manakah dari dua program membaca ini yang lebih baik dibeli?
• Prodesur
Prosedur adalah teknik, strategi, dan proses lainnya yang berhubungan dengan sumber daya untuk mencapai tujuan program.
Contoh pertanyaan: Berapa lama guru perlu menggunakan bahan ajar sebelum siswa menguasai isinya? Apakah guru mempunyai kesulitan dalam menerapkan pendekatan inkuiri pada pengajaran sains? Pada tingkatan yang bagaimanakah guru menggunakan pendekatan inkuiri?
• Manajemen program
Penelitian evaluasi dapat difokuskan pada system manajemen yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber daya dan prosedur program. Atau pada dampak pengaruh system manajemen terhadap tujuan program yang dicapai.
Contoh pertanyaan: Apakah system manajemen menjamin keefektifan penggunaan sumber daya? Apakah system manajemen cukup efisien? Apakah prosedur manajemen berjalan sesuai dengan yang diinginkan pengembang program?
8. Mengidentifikasi Pertanyaan-pertanyaan Evaluasi. Lee Cronbach membedakannya menjadi dua fase. (1) fase divergen dalam mengumpulkan suatu daftar pertanyaan, isu, concern, dan informasi secara komprehensif, melibatkan semua stakeholder. (2) fase konvergen dengan menyeleksi daftar pertanyaan untuk memperoleh pertanyaan-pertanyaan paling penting yang sekiranya dapat dijawab dengan sumber daya yang memungkinkan. Hal ini dilakukan melalui kolaborasi dengan stakeholder signifikan
9. Mengembangkan desain dan jadwal evaluasi. Banyak Studi Evaluasi yang memiliki keserupaan dengan studi penelitian dalam hal desain, eksekusi, dan pelaporannya. Jadi, setiap prosedur penelitian yang telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya (kelompok-kelompok sebelumnya ) dapat dimasukkan ke dalam desain sebuah studi evaluasi.
Banyak studi evaluasi menggunakan suatu desain eksperimen atau kuasi-eksperimen, karena seringkali pertanyaan utama studi ini menyangkut seberapa baikkah sebuah program bekerja (program merupakan perlakuan eksperimental).
Dalam studi evaluasi biasanya ada batas waktu tertentu bagi terselesaikannya laporan akhir. Oleh karena itu diperlukan jadwal waktu yang ketat dalam merencanakan kegiatan evaluasi. Hal ini akan sangat membantu untuk mengidentifikasi setiap tahapan, kegiatan, atau dokumen yang perlu dikumpulkan dalam melengkapi studi ini.
10. Mengumpulkan dan Mengevaluasi Data Evaluasi. Kumpulan dan analisis data studi evaluasi serupa dengan studi penelitian lainnya. Sebagai contoh, studi evaluasi sekolah menengah terutama yang melibatkan desain diskriptif terhadap perspektif stakeholder dan prestasi siswa diukur dalam tiap tahun ajaran. Diantara instrument pengumpulan datanya adalah:
• The Comprehensive Middle School Survey, kuisioner yang mengukur persepsi stakeholder terhadap berbagai unsur sekolah menengah (di Amerika)
• State-mandated End-of-Grade achievement tests (semacam UNAS)
• Interview takterstruktur
• Kuisioner informal yang dikembangkan untuk penggunaan dalam lokal sekolah
• The School Climate and Safety Survey, kuisioner yang mengukur persepsi guru dan siswa tentang keamanan sekolah (di Amerika)
11. Pelaporan Hasil. Hasil dilaporkan disesuaikan tingkat kepentingan stakeholder. Bagi penulisan tesis atau disertasi, disesuaikan dengan teknik pelaporan baku masing-masing universitas. Evaluator juga perlu menyiapkan artikel untuk jurnal untuk menyebarkan temuan mereka dalam komunitas peneliti evaluasi yang lebih luas.
Kriteria Suatu Studi Evaluasi yang Baik
12. Standar Program Evaluasi. Standard for Evaluations of Educational Programs, Projects, and Materials, pertama kali dipublikasikan tahun 1981, dan direvisi di tahun 1994 dengan judul Program Evaluation Standards. Standar ini tentu saja di Amerika. (Saya tidak tahu apakah di Indonesia sudah ada standar semacam ini, atau apakah di Indonesia standar ini juga diberlakukan begitu saja). Standar ini dikembangkan oleh Komite Bersama untuk Standar Evaluasi Pendidikan (Joint Committee on Standards for Educational Evaluation).
Standar ini meliputi 4 kriteria: kegunaan, ke-terkerjakan, kesopanan, dan keakuratan. Masing-masing dipaparkan:
• Kegunaan (utility)
1. Identifikasi stakeholder
2. Kredibilitas evaluator
3. Identifikasi nilai
4. Kejelasan laporan
5. Ketepatan waktu pelaporan dan penyebaran
6. Dampak evaluasi
• Ke-terkerjakan (feasibility)
7. Praktis secara prosedur
8. Dapat dilangsungkan secara politis
9. Keefektifan biaya
• Kesopanan (Propriety)
10. Berorientasi pelayanan
11. Persetujuan formal
12. Perlindungan HAM
13. Interaksi kemanusiaan
14. Penilaian menyeluruh dan adil
15. Penyingkapan temuan
16. Konflik kepentingan
17. Pertanggungjawaban keuangan
• Keakuratan (accuracy)
18. Dokumentasi program
19. Analisis konteks
20. Penggambaran tujuan dan prosedur
21. Sumber informasi yang dapat dipertahankan
22. Informasi valid
23. Informasi reliable
24. Informasi sistematik
25. Analisis informasi kuantitatif
26. Analisis informasi kualitatif
27. Kesimpulan yang beralasan
28. Pelaporan berimbang
29. Meta-evaluation
Model Evaluasi Pendekatan Kuantitatif
1. Evaluasi individu (Evaluation of the Individual)
Difokuskan pada pengukuran perbedaan individual, dan keputusan dibuat dengan membandingkan individu dengan sejumlah norma atau criteria. Evaluasi ini masih cukup banyak digunakan (di Amerika).
2. Evaluasi berbasis tujuan (Objectives-Based Evaluation)
Dipelopori oleh Ralph Tyler dalam melakukan evaluasi kurikulum sekitar tahun 1940-an. Pandangan Tyler bahwa kurikulum harus diorganisir di seputar tujuan (objectives) yang eksplisit dan letak kesuksesannya diukur dari seberapa baik siswa dalam meraih tujuan tersebut.
Malcolm Provus mengembangkan model evaluasi ketaksesuaian (discrepancy evaluation) yang mendukung model Tyler. Dalam model ini dicari ketaksesuaian antara tujuan suatu program dengan pencapaian tujuan actual siswa. Informasi yang dihasilkan dapat dijadikan panduan bagi keputusan manajemen program.
Model lain yang menggunakan pendekatan berbasis tujuan adalah analisis biaya. Digunakan untuk menentukan (1) hubungan antara biaya suatu program dengan keuntungannya, (biasa disebut cost-benefit ratio), atau (2) hubungan antara dari beberapa intervensi relative terhadap keefektifan terukur dari intervensi tersebut dalam mencapai outcame yang diinginkan (biasa disebut cost-effectiveness).
Dalam merencanakan studi mengenai pencapaian tujuan instraksional siswa salah satu paling perlu mendapatkan perhatian adalah pengukuran tujuannya. Adalah sangat berguna bila tujuan ini dinyatakan dalam bentuk perilaku, yang berarti bahwa outcome program dinyatakan dalam bentuk perilaku dimana setiap orang dapat mengamatinya pada partisipan program tersebut. Tipe tujuan ini, yang biasanya disebut behavioral objective, biasanya memiliki tiga komponen: pernyataan tujuan program sebagai sesuatu yang teramati, bersifat perilaku; criteria kesuksesan performance prilaku; dan konteks situasional perilaku tersebut dapat terbentuk.
3. Needs Assessment
Needs diartikan sebagai kesenjangan antara keadaan yang ada dengan keadaan yang diharapkan. Nilai penting tipe penelitian ini adalah pada penyediaan landasan bagi pengembangan sebuah program baru atau perubahan terhadap program yang ada.
Contohnya disertasi yang dilakukan oleh Jamil Effarah (University of Oregon, 1977). Dia mengumpulkan informasi tentang tingkatan dimana Electronic Data Processing (EDP) diperlukan dan harus diajarkan sebagai sebuah topic dalam kurikulum sekolah tinggi program pendidikan bisnis. Penelitian ini didesain sebagai questionnaire survey untuk mengumpulkan informasi dari busu sekolah tinggi bisnis tentang status pengajaran EDP dalam program mereka, dan mengumpulkan pendapat mereka tentang status pengajaran EDP.
4. Evaluasi untuk membantu pembuatan keputusan.
Disebut juga model CIPP, dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dan kolega. CIPP merupakan akronom dari 4 tipe evaluasi pendidikan yang terlibat dalam model ini: context evaluation, input evaluation, process evaluation, dan product evaluation.
Context evaluation (evaluasi konteks) meliputi analisis masalah dan kebutuhan dalam suatu pengaturan pendidikan tertentu. Kebutuhan diartikan sebagai ketidaksesuaian antara kondisi yang ada dengan kondisi yang diinginkan.
Input Evaluation (evaluasi input) menyangkut pertimbangan tentang sumber daya dan strategi yang diperlukan dalam mencapai goal dan objective sebuah program. Evaluasi input mensyaratkan agar evaluator memiliki pengetahuan yang luas tentang sumber daya dan strategi yang memungkinkan, seperti halnya pengetahuan tentang penelitian pada keefektifan dalam pencapaian tipe yang berbeda dari outcome program.
Process Evaluation (evaluasi proses) mencakup pengumpulan data evaluasi ketika sebuah program sudah dibuat dan dijalankan.
Product Evaluation (evaluasi produk) untuk menentukan tingkat dimana goal program tercapai.
Model Evaluasi Pendekatan Kualitatif
5. Evaluation to Identify Issues and Concerns
Dikembangkan berdasarkan kenyataan bahwa pada umumnya orang-orang tidak suka dievaluasi. Salah satu model ini adalah responsive evaluation (evaluasi responsive). Responsive evaluation menekankan pada metode inkuiri subjektif untuk meningkatkan pemahaman yang mendalam terhadap concern, issue dan hal yang berhubungan lainnya.
Concern adalah segala sesuatu yang mana para stakeholder merasa tidak nyaman atau terancam. Atau juga setiap klaim yang mana mereka ingin untuk mendapatkan dukungan.
Issue adalah setiap poin pernyataan tentang stakeholder
Ada 4 fase yang diidentifikasi pleh Egon Guba dan Yvonna Lincoln dalam evaluasi responsive:
(1) inisiasi dan organisasi evaluasi. Dalam tahap ini stakeholder diidentifkasi. (2) identifikasi isu dan concern kunci, melalui wawancara dengan stakeholder. (3) pengumpulan informasi yang berguna, melalui berbagai cara seperti observasi natural, interview, kuisioner, dan tes terstandar. (4) melaporkan hasil secara efektif dan member rekomendasi. adversarial
6. Model Evaluasi Kuasi-Legal
Salah satu model ini adalah Adversary Evaluation. Lebih terstruktur daripada model responsive evaluation.
Memiliki 4 tahap pokok:
a. Membangun isu
Contoh pertanyaan: “Apakah program ini harus dihentikan, dan diganti dengan program alternative yang lain?”, “Apakah pendanaan program ini harus ditambah 50%?”, “apakah siswa mengalami peningkatan pembelajaran seperti yang kita harapkan?”
b. Mereduksi isu sehingga mengerucut pada hal-hal yang dapat dikendalikan.
c. Membentuk dua tim evaluasi (yang berlawanan) dan keduanya menyiapkan argument yang mendukung dan menentang program pada masing-masing isu.
d. Langkah terakhir, kedua tim melakukan sesi prehearing dan formal hearing. Kedua tim mengajukan argumennya.
7. Evaluasi berbasis keahlian (Expertise-Based Evaluation)
Menggunakan pakar untuk memberikan pertimbangan dan keputusan bagi sebuah program pendidikan, contohnya dalam akreditasi periodic oleh badan akreditasi yang terdiri dari para pakar.
Penelitian dan Pengembangan dalam Pendidikan (R&D)
Tujuan utama:
1. Mengembangkan produk, disebut fungsi pengembangan
2. Uji efektivitas produk, disebut fungsi validasi
Langkah-langkah siklus R & D (mengacu pada buku Educational Research oleh Borg dan Gall edisi keempat) :
1. Lakukan penelitian dan pengumpulan informasi. Langkah ini meliputi kajian pustaka, pengamatan, persiapan laporan tentang pokok masalah.
2. Melakukan perencanaan. Terdiri dari
3. Mengembangkan bentuk produk awal (penyiapan materi pelajaran, penyususnan buku pegangan, perlengkapan evaluasi)
4. Lakukan uji lapangan permulaan (dilakukan pada 2-3 sekolah dengan 6 – 12 subject) data wawancara, observasi, dan kuisioner dikumpulkan dan dianalisis.
5. Melakukan revisi terhadap produk utama (sesuai saran dari uji lapangan awal)
6. Melakukan uji lapangan utama. Data kuantitatif tentang unjuk kerja subjek pada pra pelatihan dan pasca pelatihan dikumpulkan dan hasilnya dinilai sesuai dengan tujuan pelatihan dan dibandingkan dengan data kelompok bila memungkinkan.
7. Lakukan revisi terhadap produk operasional. (revisi produk berdasarkan saran dari uji lapangan utama)
8. Lakukan uji coba lapangan operasional. Wawancara, observasi dan kuisioner dikumpulkan dan dianalisis.
9. Lakukan revisi terhadap produk akhir (revisi produk berdasarkan saran dari uji coba lapangan)
10. Mendesiminasikan dan mengimplementasikan produk (membuat laporan produk pada pertemuan professional dan jurnal)
Dalam edisi yang digunakan teman-teman (7 atau 8??), Borg dan Gall mengemukakan sbb:
Salah satu model yang paling banyak digunakan dalam R&D bidang pendidikan adalah model pendekatan system yang didesain oleh Walter Dick dan Lou Carey:
• Langkah 1 meliputi pendefinisian tujuan bagi program pembelajaran. Seringkali langkah ini termasuk dalam needs assessment.
• Langkah 2 dan 3 bisa berurutan atau serempak. Dalam langkah 2 analisis dilakukan untuk mengidentifikasi keterampilan, prosedur, atau tugas belajar tertentu yang diperlukan dalam mencapai tujuan. Langkah 3 dirancang untuk mengidentifikasi keterampilan dan sikap yang sudah dikuasai pelajar, karakteristik seting pembelajaran, dan karakteristik seting dimana pengetahuan dan keterampilan baru akan digunakan.
• Langkah 4 menerjemahkan kebutuhan (needs) dan tujuan (goals) pembelajaran ke dalam tujuan performance tertenu (behavioral objectives).
• Langkah 5 mengembangkan instrument penilaian. Instrument ini harus secara langsung berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam behavioral objectives.
• Langkah 6 mengembangkan strategi pembelajaran tertentu untuk membantu pelajar melalui usahanya mencapai performance objectives.
• Langkah 7 mengembangkan bahan pembelajaran, diantaranya bahan cetak seperti buku teks dan manual pelatihan guru, atau media lainnya seperti kaset dan video interaktif.
• Langkah 8, 9, dan 10 meliputi kegiatan penetian yang disebut formative and summative evaluastion, yang diformulasikan oleh Michael Scriven.
Formative and Summative Evaluation
• Formative evaluation berfungsi untuk mengumpulkan data suatu program pendidikan yang mana program tersebut masih sedang dikembangkan. Data evaluative dapat digunakan oleh para pengembangnya untuk “membentuk” dan memodifikasi program. Siklus pengembangannya adalah dalam wujud R&D Ciclus.
• Dick dan Carey merekomendasikan 3 tingkatan bagi evaluasi formatif: (1) uji coba prototype bahan secara satu-satu, yaitu satu evaluator berkerja dengan satu pelajar. (2) Uji coba kelompok kecil dengan 6 – 8 orang. (3) Uji coba lapangan bagi seluruh siswa.
• Summative Evaluation. Dilakukan untuk menentukan tingkat kemanfaatan suatu program, khususnya dibandingkan dengan program pesaingnya.
• Evaluasi formatif biasanya dilakukan oleh “in-house” evaluator, yang kerjanya membantu pengembang program. Dalam praktiknya, selama proses pengembangan program, beberapa anggota tim dapat memainkan peran ganda, sebagai pengembang sekaligus sebagai evaluator.
• Evaluasi sumatif biasanya dilakukan oleh external evaluator. Orang ini tidak harus memiliki hubungan dengan tim pengembang, dalam rangka menjamin tidak terjadinya bias dalam pelaksanaannya. Evaluator sumatif lebih mendengarkan kebutuhan dan persyaratan yang diinginkan pembuat keputusan pendidikan, pengguna potensial suatu program, dan agen yang membiayai pengembangan program.
• Evaluasi formatif dan sumatif sering berbeda dalam hal instrumentasi, kendali penelitian, dan dapatnya tergeneralisasi. Data formatif lebih mengarah pada pengumpulan data melalui observasi, kuisioner, dan interview. Kendali penelitian dan dapatnya tergeneralisasi bukan hal yang terlalu mendapat perhatian. Sebaliknya, penelitian sumatif lebih mengarah pada pengumpulan data melalui instrument yang terstandarisasi yang memiliki validitas dan reliabilitas. Kendali penelitian dan dapatnya tergeneralisasi dibangun dalam mendesain penelitian evaluasi sumatif.
Langkah-langkah Model Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Pendekatan Sistem
11 Mei 2009
KELAS SEBAGAI KOMUNITAS PEMBELAJARAN
Sebagai tenaga pendidik, seorang guru hendaknya mengetahui pentingnya peranan kelas sebagai komunitas pembelajaran. Kelas sebagai komunitas pembelajaran berpengaruh pada kesuksesan siswa dan menentukan guru kelas menyusun sekumpulan karakteristik perorangan hingga kelompok yang meliputi :dugaan besar, saling berhubungan dan penyelidikan produktif. Tambahan positif komunitas pembelajaran, bagaimanapun ialah bukan tugas yang mudah atau ada resep yang mudah yang memastikan sukses. Daripada proses yang dikerjakan dengan pikiran benar dan baik dan mempunyai keberanian untuk menambahkan ruang kelas itu dari perbedaan yang ditemukan sekolah sekarang.
Peninjauan ini mengikuti diskusi dari teori dan dorongan empiris pada topik ini. Fokus dari bagian ini berkelanjutan menuju diskusi yang spesifik kegiatan guru dapat digunakan untuk memotivasi siswa dan membangun komunitas belajar yang produktif. Beberapa ide ini
dikenalkan di bab 2 dimana fokusnya berada pada kelas alami dengan siswa dari latar belakang yang berbeda dan akan terulang dibab 5 mengenai manajemen kelas.
Engkau akan menemukan bahwasanya kamu belajar tiga bab ini yang berisi konsep tentang komunitas belajar yang produktif dengan hubungan yang kuat untuk menjelaskan betapa guru berfikir tentang siswa mereka dan tentang perbedaan karakter kelas sekarang. Mereka juga menghubungkan bagaimana guru membuat perencanaan tentang manajemen kelas yang peduli dan demokratis.
Pandangan Kelas Sebagai Komunitas Belajar
Proses pengembangan kelas sebagai komunitas belajar yang mengharuskan guru untuk membentuk siswa mereka dan kelas mereka. Banyak ide yang mengatakan kerja ini kembali ke beberapa tahun yang lampau, lainnya mengatakan ini ide baru. Bagian ini membicarakan tiga topik, pertama sekedar prespktif lama yang disajikan, satu yaitu membayangkan bahwa ruang kelas sebagai tempat, dimana individu atau kelompok grup membutuhkan tempat bermain di luar yang mana aktivitas setiap harinya bercermin dari kehidupan di luar sekolah. kedua, menyusun deskripsi motivasi manusia dan bagaimana guru memilih strategi motivasi yang memperlancar pengembangan komunitas belajar. yang pada akhirnya, konsep komunitas belajar sendiri dan kelengkapannya menyumbang penjabaran dari komunitas belajar yang positif. Sebuah upaya akan dibuat pada bagian ini, dan yang lain dalam bab lain, untuk menjelaskan yang lebih dari komunitas belajar yang alami saat ini penting di ungkapkan bagaimana dapat diubah di masa depan, faktanya karakter masa depan berdasarkan perbedaan.
Perpaduan Individu Dan Kelompok
Kerjasama antara individu dan kelompok ialah komplek di setiap pengaturan sering kali penuh dengan dilema. Dalam banyak perjalanan, menghadapi permasalahan ini kita membangun sistem pemerintahan dan ekonomi yang besar di United States. Sebagai contoh, nilai koleksi orang-orang Amerika dan kita membangun sistem yang rumit di sekeliling prinsip demokrasi yang bertujuan memastikan ucapan orang-orang yang telah didengar dan tindakan dasar yang menjadi mayoritas. Kita mempunyai banyak tradisi sedemikian dengan menyanyikan lagu bendera bintang berkelip-kelip dan menyatakan ikrar persatuan yang sama dan mempromosikan kelompok mereka. Di setiap waktu kita bebas merdeka dan menjamin kesiapan tagihan yang benar sebagai konsekuensi hukum dan berkata yang mereka inginkan, percaya apa yang mereka inginkan, menganggung kuasa dan mengejar kehidupan tanpa campur tangan yang lain. Ini adalah aspek individu dalam kehidupan mereka.
Ada beberapa masalah dalam kelas. Kita menemukan situasi dimana kita ingin menentukan komunitas yang menyediakan dorongan, keamanan dan persediaan pembelajaran individu. John Dewey (1916) telah meneliti dalam waktu yang lama bahwa belajar anak ialah partisipasi mereka dalam peraturan sosial, pendapat lain dari Jerome Bruner (1996) beragumen bahwa orang menambah kerjasama dan menjadi anggota untuk turut partisipasi. Sehingga kelompok dan komunitas menjadi aspek yang penting dalam pembelajaran. Di sisi lain, kehidupan kelompok dapat membatasi insiatif individu dan memperkenalkan norma opsisi untuk berkreatif dan pembelajaran akademis. Lihat catatan penting hubungan yang baik antara dua bahan di kehidupan kelas.
Pikiran tentang hubungan individu-kelompok berangkat dari pekerjaan psikologis sosial yang dikemukakan oleh tokoh terkenal Kurt Lewin (1939, 1951) dan banyak pengikutnya yang tertarik tentang kombinasi yang dibutuhkan individu dan kondisi lingkungannya yang membentuk sikap seseorang. Getzels and Thelan (1960) pekerjaan ini telah diaplikasikan pada pendidikan pengembangan model dua dimensi dengan pertimbangan hubungan yang baik antara kebutuhan individu siswa dan kondisi kehidupan kelas. Model dimensi yang pertama meliputi : dalam kelas, ada individu yang menentukan motivasi mereka. Gambaran ini dapat di tuliskan dimensi individu dalam kehidupan kelas. Dari pandangan ini, fakta pengalaman di kelas jumlah dari seseorang dan kemampuan siswa memenuhi motivasi yang mereka butuhkan.
Kelemahan membuat hubungan yang penuh arti dengan siswa dapat menyebabkan guru frustasi, karena ketiadaan ikatan dengan siswa, dan siswa merasakan bahwa keluhan mereka tidak didengarkan guru.
Gunakan Umpan Balik dan Jangan Biarkan Kegagalan
Umpan balik ( disebut juga pengetahuan hasil) pada capaian yang baik memenuhi motivasi intrinsik. Umpan balik dalam capaian yang jelek, memberikan informasi bahwa siswa perlu ditingkatkan. Kedua jenis umpan balik adalah faktor motivasional yang penting. Untuk dapat efektif, umpan balik harus segera ditangani secara spesifik, daripada penilaian guru yang menggunakan kartu laporan tiap enam sampai sembilan minggu. Di bab 8, Instruksi Langsung, dikemukakan petunjuk spesifik untuk memberikan umpan balik. Topik ini juga dimuat di bab 6, tentang Penilaian dan Evaluasi. Cukup kiranya dikatakan disini bahwa umpan balik harus sesegera mungkin dikerjakan( dari hasil koreksi ulangan hari itu), sespesifik mungkin (komentar ditambahkan pada semua paper), dan jangan memvonis( Kalimat yang engkau gunakan salah) anda sebagai guru harus menggunakan kalimat ( Apa yang salah denganmu). Kita sudah memeriksa perbedaan antara itu(salah) dengan yang mana, lusinan kali.Apalagi, umpan balik harus fokus mendorong sifat internal sebagaimana usaha mendorong sifat eksternal, yaitu keberuntungan dan kemampuan. Umpan balik harus membantu siswa melihat apa mereka tidak mengerjakan atau mereka tidak dapat mengerjakan.
Kadang guru sendiri, terutama yang kurang pengalaman, jangan ada keinginan mempermalukan siswa, menarik perhatian dari hasil yang dicapai siswa. Juga kadang –kadang lebih mudah menerima dengan membiarkan kegagalan mereka dari pada menkonfrontasi fakta kegagalan mereka. Tindakan guru semacam ini kontra produktif. Guru tidak semestinya menghukum atas kegagalan mereka, atau penggunaan umpan balik disepelekan. Pada waktu yang sama, guru yang efektif mengetahui bahwa adalah hal yang penting untuk memegang harapan yang tinggi untuk seluruh siswa, dan bahwasanya jika hala-hal yang dikerjakan salah, capaian yang salah ini akan berlanjut dan menjadi permanent, kecuali jika guru membawa perhatian siswanya dan menyediakan instruksi untuk mengerjakan dengan benar.
Melayani Kebutuhan Siswa, Mencakup Penentuan Diri
Anda telah membaca di dalam diskusi teori kebutuhan bahwasanya individu menginvestasikan energinya dalam mengejar prestasi, afiliasi dan pengaruh seperti halnya pemuasan kebutuhan untuk menentukan pilihan dan nasib sendiri. Kebanyakan riset tentang motivasional focus pada motivasi prestasi, dan sedikit diketahui tentang pengaruh, alifiasi dan pilihan. Semua alasan ini, bagaimanapun juga meletakkan peran menentukan jenis usaha siswa, daslam memperluas tugas belajar dan berapa lama mereka akan eksis. Umumnya pengaruh siswa dan penentuan nasib sendiri memerlukan pemuasan ketika mereka mempunyai kekuatan di lingkungan kelas mereka dan tugas belejar mereka. Cheryl Spaulding menyatakan cerita menarik tentang seberapa penting pilihan dan menentukan nasib sendiri atas kebanyakan orang. Bayangkan scenario berikut : Anda seorang yang suka bepergian dan bentuk favorit anda adalah bepergian dengan mobil. Setiap musim panas anda berlibur, mengemudi ke tempat-tempat menarik di negera ini. Anda menyukai liburan semacam ini karena dapat menemukan sendidi losmen, ranjang dan sarapan yang mewah yang orang tidak biasa ke tempat itu. Tahun ini ada seorang dermawan tanpa menyebutkan nama menghadiahi anda suatu perjalanan yang mahal, selama dua bulan tour
keliling Timur Laut Amerika dan Kanada, suatu perjalanan yang lama anda rindukan. Untuk membantu anda, sang dermawan ini mengajukan rencana perjalanan yang harus anda tempuh secara detil. Route perjalanan anda, terdiri dari jalan spesifik, yang secara menyeluruh sudah direncanakan sedemikian sehingga perjalanan anda tidak akan pernah mendapat kursus. Semua reservasi makan malam, ruangan telah dibuatkan. Makan malam semua sudah diorder untuk anda. Anda harus mengerjakan semua keberuntungan ini dengan menerima semua tawaran yang menggiurkan ini. Apakah anda menerima tawaran ini ? Apakah liburan yang semacam ini menyenangkan anda ?
Spaulding menuliskan bahwa jawaban semua pertanyan ini nampaknya tidak, sebab sebagian besar kesenangan yang diperoleh dari suatu perjalanan keliling adalah kebebasan dan pada saat menentukan pilihan sendiri, bukan dari keputusan pilihan orang lain.
Disini contoh spesifik bagaimana guru dapat menyediakan pilihan bagi siawanya dan rasa menentukan nasib sendiri :
· Memenuhi sesi perencanaan mingguan dengan siswa, menaksir seberapa baik minggu sebelumnya dan melihat seluruh pelajaran minggu depan. Beberapa guru yang berpengalaman menggunakan teknik ˝kelebihan dan keinginan˝. Di atas kertas oran besar , guru membuat dua kolom dan label seperti Tabel 4.5. Bersama-sama guru dan siswa mendaftarkan usul mereka untuk dipertimbangkan. Guru dapat menggunakan informasi dari daftar ini dan merencanakan kembali pelajaran dan aktivitas yang dipengaruhi dari masukan mereka.
· Menugaskan siswa untuk melaksanakan tugas yang penting, seperti pembagian dan pengumpulan, pembukuan dan dokumen, memelihara aquarium, mengambil gulungan, bertindak seperti guru privat ke siswa lain, mengambil pesan dari kantor dan lain sebagainya.
· Menggunakan model belajar kooperatif dan pembelajaran berdasarkan masalah, sebab pendekatan ini memungkinkan siswa memilih pelajaran dan menggunakan metode yang mereka gunakan.
Tabel 4.5 Kelebihan dan Keinginan
Kelebihan
Keinginan
Pelajaran di dalam ruangan jelas
Kerja kelompok sangat menarik
Kita senang dengan kunjungan kepala sekolah
Kita ingin waktu lebih banyak dalam eksperimen
Kita ingin lebih banyak siswa yang kooperatif
Kita ingin ujian lebih fair
Memuaskan gabungan adalah juga penting. Di dalam kebanyakan sekolah, adalah panutan menggolongkan siswa itu menentukan untuk memuaskan kebutuhan keanggotaan mereka. Sungguh sial, norma-norma untuk panutan menggolongkan keanggotaan sering konflik dengan guru norma-norma prestasi kuat bermaksud melihat. Dalam Beberapa Peristiwa, sangat persekongkolan kompetitif yang mengeluarkan/meniadakan banyak siswa dari kedua-duanya hidup yang sosial dan akademis menyangkut sekolah ditemukan. Didalam kejadian yang lain, norma-norma kelompok panutan ada itu menerapkan sanksi negatif kepada siswa itu yang mencoba untuk maju/bekerja lancar di dalam sekolah bekerja. Guru dapat membuat kebutuhan untuk keanggotaan berhasil/bekerja halal di dalam suatu yang positif dengan mengikuti sebagian dari prosedur ini.
· Meyakinkan bahwa semua siswa dalam kelas ( bahkan di sekolah menengah) mengetahui satu nama yang lain dan beberapa informasi pribadi tentang masing-masing siswa.
· Mulailah tujuan kerjasama memberi penghargaan struktur, seperti diuraikan di Bab 10.
· Memerlukan banyak waktu untuk membantu siswa dalam kelas kembangkan sebagai kelompok, menggunakan prosedur uraian dalam bagian berikut.
Perhatikan Tujuan Struktur Belajar dan Kesulitan Instruksi Tugas
Teori pelajaran sosial mengingatkan kita (menyangkut) pentingnya jalan yang belajar tugas dan tujuan adalah dilaksanakan dan tersusun. Dua tugas dan tujuan aspek-aspek belajar harus dipertimbangkan di sini: kesukaran tugas dan struktur tujuan.
Anda membaca lebih awal sekitar tiga jenis struktur tujuan kelas: kompetitif, kooperatif, dan bersifat perseorangan. Struktur tujuan kompetitif mendorong kearah perbandingan dan menang-kalah hubungan di antara siswa dan membuat suatu kemampuan siswa, dibandingkan usaha, faktor sukses yang utama. Struktur tujuanl kerjasama, pada sisi lain, mendorong kearah saling ketergantungan sosial, dan aktivitas yang bersama membuat usaha siswa faktor utama untuk sukses. Bab 10 memasuki detil lebih besar tentang bagaimana struktur tujuan kooperatif yang disediakan. Hubungan dekat cara dan tujuan adalah struktur tingkat kesukaran siswa memilih untuk diri mereka. Siswa yang menetapkan tujuan sangat tinggi yang adalah adalah mendorong untuk memikirkan kembali apa yang boleh jadi tujuan yang lebih realistis. Dengan cara yang sama, siswa yang selalu menetapkan tujuan rendah dapat didukung untuk menaikkan penglihatan mereka. Halnya penting untuk guru untuk ingat adalah siswa itu termotivasi untuk bertekun lebih panjang di (dalam) tujuanpengejaran yang adalah terjangkau dan realistis.
Suatu faktor tambahan yang dapat mempengaruhi suatu motivasi siswa dihubungkan dengan derajat tingkat kesukaran nyata (menyangkut) tugas pelajaran dan jumlah usaha yang diperlukan untuk melengkapi;menyudahi itu. Seperti diuraikan sebelumnya, tugas yang adalah terlalu mudah memerlukan terlalu kecil usaha dan tidak tidak menghasilkan apapun merasa sukses dan, sebagai konsekwensi, tidak motivasional. Pada waktu yang sama, tugas yang adalah terlalu sukar untuk siswa, dengan mengabaikan usaha yang mereka membelanjakan, akankah juga (adalah) tidak motivasional. Guru efektif mempelajari bagaimana cara melakukan penyesuaian tingkatan kesukaran dalam belajar tugas untuk siswa yang tertentu. Kadang-kadang alat-alat ini yang menyediakan lebih bantuan dan pendukungan yang bagi mereka yang menemukan tugas tertentu yang terlalu sulit. Guru efektif juga bantuan melihat koneksi antara jumlah usaha yang mereka memasuki suatu tugas pelajaran dan pemenuhan dan sukses mereka. Ini dilaksanakan dengan mendiskusikan dengan siswa mengapa usaha tertentu sukses yang didorong ke arah dan, dan sebaliknya, mengapa di (dalam) kejadian lain yang mendorong mereka menuju kegagalan.
Penggunaan Multidimensional Tugas
Seperti diuraikan sebelumnya, kelas hari ini ditandai oleh keaneka ragaman yang besar satu arah. Salah satu cara guru untuk untuk menjahit instruksi mereka untuk suatu kelompok siswa yang berbeda adalah untuk membuat peluang yang tersedia maka siswa dapat bekerja sama pada atas aktivitas masyarakat dan untuk mengejar tugas yang menantang dan motivasional. Elizabeth Cohen ( 1994) dan Oakes dan Lipton ( 2003) sudah meghubungi situasi pelajaran jenis ini menggunakan multidimensional tugas. Pendekatan ini menekankan siswa yang bekerja bersama pada permasalahan dan tugas yang menarik. Siswa dapat membuat kontribusi menurut latar belakang mereka sendiri, menarik, dan kemampuan. Menurut Elizabeth Cohen, multidimensional tugas :
· Pada hakekatnya menarik, memberi penghargaan, dan menantang
· Termasuk lebih dari satu menjawab atau jalan/cara lebih dari satu untuk memecahkan masalah
· Mengijinkanlah siswa berbeda untuk membuat kontribusi [yang] berbeda
· Melibatkanlah berbagai medium untuk melibatkan perasaan penglihatan, mendengar, dan menyentuh
· Memerlukanlah berbagai perilaku dan ketrampilan
· Keperluan membaca dan menulis
Berikut adalah suatu contoh bagaimana Kim Mengawakilah Thi Pham menggunakan multidimensional tugas di dalam kelas sejarah yang ke sebelas.
Ruang penuh dengan aktivitas. Meja tulis didorong kepada tepi kelas, mengakomodasi berbagai kelompok. Beberapa siswa mendiskusikan bagaimana cara membagi bersama pengalaman yang terbaru mereka bekerjasama dengan pekerja pertanian orang pindah dalam bidang. Satu siswa dengan sabar tabel suatu grafik yang mempertunjukkan gangguan ekonomi dalam memelihara suatu kebun yang besar. Dua siswa dan aku merencanakan presentasi. Siswa lain melengkapi suatu poster pada atas Kelompok Pekerja Pertanian, potongan/guntingan kabar, dan juru gambar/tukang cap menelentang ke seberang lantai itu. Ketawa meletus dari punggung ruang di mana empat siswa berdebat gagasan dalam mendandani sebagai informasi memperkenalkan pada pergerakan pekerja pertanian ke seberang status yang mengikuti puncak memanen jam musim sayur-mayur dan buah. Seseorang tanya aku jika dia dapat memberi teman sekelas suatu test mengikuti presentasi." Pasti" Aku memperbaiki," tetapi mempertimbangkan- Apa yang kamu ingin [ untuk mengetahui?" siswa memikirkan pertanyaan pelan-pelan kembali ke kelompok itu. Aktivitas melanjut sampai beberapa menit[yang akhir itu. Aku mengingatkan siswa ke dokumen dengan suatu ayat-ayat jurnal pendek/singkat yang menyoroti perasaan dan perhatian yang individu. Siswa menulis sampai akhir kelas( Pohon Ek& Lipton, 2003, pp. 230- 231).
Memudahkan Pengembangan Kelompok dan Menyatu
Mengembangkan suatu lingkungan kelas positif akan yang didorong kearah motivasi ditingkatkan dan mempertinggi prestasi. Ini memerlukan menghadiri kepada sosial dan kebutuhan siswa emosional seperti halnya kebutuhan akademis mereka. Juga, membantu siswa tumbuh sebagai kelompok. Kadang-kadang orang tidak mungkin berpesan, tetapi menggolongkan, seperti individu, kembangkanlah dan terobos langkah-langkah dalam proses. Beberapa psikolog sosial sudah belajar kelas dan menemukan kelompok kelas itu kembang;kan di dalam pola yang serupa ( Putnam& Burke, 1992; Schmuck, 2001). Langkah-langkah pengembangan kelompok berikut menghadirkan suatu sintesa gagasan mereka, dengan perhatian tertentu kepada gagasan yang dikenali oleh Schmucks.
Langkah 1: Kemudahan Pemasukan Kelompok dan Keanggotaan Psikologis.
Semua orang ingin merasakan bahwa mereka menjadi anggota, bahwa mereka diterima oleh yang lain . Ini terutama penting di dalam suatu kelas yang menentukan sebab menjadi pelajar adalah suatu bisnis yang penuh resiko. Dalam rangka mempunyai keberanian untuk membuat kekeliruan yang adalah suatu part;bagian alami dalam belajar, siswa harus merasa mereka ada di dalam suatu lingkungan yang aman. Ini rasa keselamatan yang datang hanya ketika siswa merasakan yang diterima dan disukai oleh mereka yang kelas mereka. Oleh arena itu, awal di dalam kelas, siswa akan mencari suatu relung untuk diri mereka dalam kelompok kelas, mereka akan mungkin pada perilaku kebaikan mereka dan menyajikan suatu gambaran positif. Guru yang punya pengaruh pantas dipertimbangkan selama periode ini oleh karena otoritas yang ditugaskan mereka. Selama periode ini, guru perlu membelanjakan tempaan waktu pantas dipertimbangkan koneksi pribadi dengan siswa, membantu mereka, mempelajarilah masing-masing nama yang lain, membantu mereka di dalam hubungan bangunan satu sama lain. Kapan siswa baru masuk kelompok, usaha khusus harus dibuat untuk memastikan penerimaan mereka. Guru yang melakukan sepanjang periode awal pengembangan kelompok menghadirkan kunci langkah-langkah pertama di dalam menciptakan suatu hal positif yang belajar lingkungan untuk siswa.
Langkah 2: Pendirian/Penetapan Aturan danRutinitas.
Memikirkan manakala kamu menjadi gabungan dengan suatu kelompok yang baru. Seperti kebanyakan orang, kamu biasanya sangat memperhatikan apa yang diharapkan dari kamu dan bagaimana kamu harus mempunyai ke arah orang yang lain. Siswa selalu ingin memahami bagaimana suatu kelas akan beroperasi. Apa yang merupakan aturan, prosedure, kebijakan, dan harapan untuk perilaku dalam kelas tinggal? Kadang-kadang langkah ini mengikuti langkah 1, tetapi dapat dan sering juga mengerjakan kejadian secara bersamaan. Guru efektif melakukan pelajaran awal dalam tahun yang menenun harapan akademis dengan harapan tingkah laku dan hubungan antar pribadi. Bekerjalah keras untuk menetapkan dan lingkungan di mana siswa dapat diharapkan untuk bekerja berat tetapi juga merasakan didukung dan aman. Suatu hari atau satu pelajaran bukan cukup ke pengikat norma-norma ini; proses memerlukan banyak waktu, pantas dipertimbangkan atas beberapa minggu. Lebih banyak tentang aspek/pengarah hidup kelas ini dibahas di (dalam) Bab 5 di bawah topik kelas Management.
Langkah 3: Pendirian/Penetapan Pengaruh Bersama dan Kolaborasi.
Tidak mengambil sangat panjang, sama dengan anak-anak yang sangat muda, ke fasilitas psikolgi keanggotaan dan menetapkan rutinitas dan aturan. Bagaimana pernah, akan ada permasalahan. Anggota kelas sangat pada masuk ke dua kekuatan berjuang. Satu perjuangan menguji menyangkut guru; lainnya menetapkan panutan grup itu yang yang lain. Ini adalah isyarat kelas telah masuk langkah 3, di mana individualis mulai berjuang untuk menetapkan pengaruh mereka di dalam kelompok itu. Pada stage,it ini adalah penting untuk guru untuk menunjukkan siswa yang mereka berhak berbicara dalam pengambilan keputusan kelas dan hidup kelas itu akan lebih memuaskan jika tegangan antar siswa dapat dipecahkan. Beberapa teknik untuk tawar-menawar dengan manajemen dan tegangan dalam kelas adalah di Bab 5 dan 6 dan temasuk pertemuan-pertemuan kelas, resolusi manajemen, mendengarkan yang aktip, dan berhadapan dengan kelakuan buruk. Dalam posisi ini, adalah cukup untuk mengetahui bahwa pengalaman tidak senang seperti itu sebagai tantangan kepada otoritas guru, perkelahian antar siswa, dan mulai- perilaku tugas adalah semua kejadian normal pada untuk menetapkan suatu lingkungan kelas yang] positif. Suatu perhatian, bagaimanapun, apakah cocok untuk diterapkan. Jika tegangan ini tidak bisa memecahkan dan hubungan kekuasaan seimbang, kelompok tidak akan mampu bergerak ke arah kolaborasi atau ke dalam langkah yang berikutnya.
Langkah 4: Pengejaran Individu dan Tujuan Akademik.
Pada langkah ini, kelas diggolongkan sedang berfungsi dengan lembut dan secara produktif. Siswa merasakan nyaman dalam kelas dan percaya dengan berbagai kesulitan dapat terpecahkan. Frekuensi konflik dan perilaku berkurang, dan manakala terjadi, mereka dihadapkan dengan cepat dan secara efektif. Pada waktu ini, kelas masuk langkah pengembangan untuk aktif secara produktif pada tujuan akademis. Siswa selama ini adalah sangat baik pada menentukan tujuan dan mengetahui bahwa ini adalah waktu pengajaran terbaik berlangsung. Ini merupakan suatu waktu untuk mengkomunikasi harapan tinggi untuk siswa dan untuk mendorong mereka untuk mencapai keiinginan individu tinggi dan prestasi kelompok. Guru baik adalah juga langkah-langkah lebih awal selama periode ini. Jika itu terjadi, pekerjaan akademis akan menunjukkan keanggotaan dan menggerakkan isu yang lagi dipecahkan.
Langkah 5:Menyempurnakan Pembaruan Diri.
Ketika tahun pelajaran berproses, guru perlu membantu anggota kelas memikirkan pertumbuhan berlanjut mereka dan sekitar bagaimana cara mengambil suatu tugas yang lebih menantang dan baru. seperti tahun atau semester yang datang untuk suatu akhir, maka terlalu mengerjakan kelompok kelas. Bergelombang dikerjakan berdampingan untuk beberapa bulan, siswa kembangkan ikatan dekat satu sama lain, dan guru harus menunjuk kepiluan yang yang dilibatkan dalam menghilangkan ikatan itu saat ketegangan separasi yang emosional. Pekerjaan guru di dalam langkah lima adalah untuk menanti perubahan yang emosional ini, menjadi siap untuk membantu kelompok di dalam revisi dan mengerjakan lagi langkah-langkah sebelumnya jika dibutuhkan, dan untuk menopang siswa manyatukan dan menghentikan dekat pada penutup batas mereka yang sudah membentuk.
Schmucks, seperti halnya orang)yang lain belajar kelompok kelas, adalah cepat untuk menunjuk, dan menjadi hak maka, bahwa langkah-langkah pengembangan kelas [adalah] tidak selalu ada contoh. Sebagai gantinya, mereka adalah sering kali secara alami, dengan banyak dari langkah-langkah yang mengulangi diri mereka beberapa kali sepanjang tahun pelajaran. Kapan siswa baru ditempatkan di dalam kelas, keanggotaan mengeluarkan lagi menjadi penting. Pertumbuhan siswa di dalam ketrampilan hubungan antar pribadi menyimpan pengaruh mengeluarkan tidak stabil dan di dalam perubahan terus menerus yang tetap. Isu bermasyarakat lebih besar menyebabkan suatu kebutuhan dan perubahan ke norma-norma dihubungkan dengan capaian dan tujuan akademis.
Langkah-langkah kelas menggolongkan pengembangan juga tidak punya batasan waktu terbatas dihubungkan dengan mereka. Waktu mengambil masing-masing kelompok untuk berkembang;membuat rencana;melatih;mengalami;mengh isu dihubungkan dengan keanggotaan, pengaruh, dan pemenuhan tugas tergantung pada ketrampilan dari anggota individu di dalam kelas dan jenis kepemimpinan guru menyediakan. Batasan waktu yang umum, bagaimanapun dapat inferred dari pernyataan guru berpengalaman. Mereka melaporkan bahwa isu keanggotaan mengkonsumsi siswa sepanjang bulan pertama sekolah dan bahwa periode paling produktif untuk siswa yang belajar dan perhatian ke tugas akademis adalah antara November dan awal Mei.
Guru membantu pengembangan kelompok kelas pada masing-masing langkah di dalam caranya uraikan dan juga membantu siswa memahami kelompok itu tumbuh dan mempelajari dengan cara yang sama individu itu melakukan. Adalah kritis guru mengenali komunikasi hal positif itu dan bercakap-cakap dengan pola variabel yang paling utama untuk bangunan kelompok dan lingkungan pelajaran yang produktif. Kejemuan akan kelas bercakap-cakap norma-norma itu dibentuk dengan mapan dan hidup di kelas yang ditolak. Kejemuan akan bercakap-cakap yang teoritis dan aspek sosial dalam belajar mempersatukan. Jauh lebih sekitar topik yang penting ini adalah tercakup di Bab 12
Beberapa Pemikiran Akhir
Banyak sekolah dan guru sudah mengembang;kan hal positif tentang belajar bermasyarakat di mana siswa adalah tertarik akan sekolah dan mendorong untuk mempelajari. Bagaimanapun, ini [adalah] bukan situasi di mana-mana. Suatu pemberian suara kelas sebelas, siswa terbaru mengungkapkan bahwa hanya lebih dari 25 persen pekerjaan rumah yang ditemukan " penuh arti," hanya 20 persen menemukan kasus menarik," dan hanya 39 persen merasa sekolah belajar untuk;menjadi " penting" di dalam hidup nantinya. Data ini, dikumpulkan oleh Universitasas Michigan Institut Social Riset.
Apa barangkali yang paling menarik di dalam statistik ini adalah kemunduran mantap dalam semua tanggapan antaraa 1983 dan 2000. Sebagai Contoh, 40 persen (menyangkut) mesin sortir/penilai yang ke duabelas melaporkan pekerjaan rumah untuk menjadi penuh arti di dalam 1983 dibandingkan yang hanya 28 persen di dalam 2000. Kasus menarik perhatian juga yang merosot selama periode ini dari 35 persen untuk 21 persen.
Bagaimana cara kita menjelaskan kemunduran ini, terutama sekali atas dua dekade setelah banyak usaha dibuat untuk meningkatkan usaha siswa dan minat akan pendidikan?
Beberapa pendidik membantah struktur organisasi sekolah yang ketinggalan jaman itu dan kurikulum sebagian besar untuk menyalahkan orang lain tentang ketiadaan minat siswa akan sekolah. Mereka memufakati Csikszentmihalyi, seperti anda membaca lebih awal, rasa yang structuring sekolah menengah dan pertengahan di sekitar banyak pokok yang diajar untuk menyingkat periode waktu menghalangi motivasi intrinsik dan kepercayaan itu pada nilai/kelas dan penghargaan eksternal menghalangi pengalaman. Kurikulum yang distandardisasi dan pengujian eksternal mungkin juga menyimpan siswa didalam peran pasif yang menghalangi kenikmatan, ketertarikan, perhatian, dan komitmen. Barangkali generasi guru akan menemukan jalan untuk menghentikan kecenderungan ini dan menyediakan peluang untuk semua siswa untuk dididik di dalam masyarakat belajar yang penuh arti dan menarik. Apakah anda berpikir ini mungkin?
RINGKASAN
Perspektif Kela sebagai Masyarakat Belajar
" Memotivasi siswa dan kepemimpinan menyediakan untuk masyarakat belajar adalah fungsi kepemimpinan kritis dalam mengajarkan.
" Suatu masyarakat kelas adalah suatu tempat di mana secara individu mendorong guru dan siswa bereaksi terhadap satu sama lain di dalam suatu sosial yang menentukan.
" Masyarakat kelas adalah sistem ekologis dan sosial yang masuk dan mempengaruhi alasan dan kebutuhan individu, peran kelembagaan, dan interaksi antar anggota memerlukan norma-norma kelompok.
" Suatu masyarakat belajar produktif ditandai oleh suatu keseluruhan iklim di mana siswa merasakan hal positif tentang diri mereka dan panutan mereka, kebutuhan individu siswa dicukupi sehingga mereka tetap berada di dalam pekerjaan dan tugas akademis dengan cara kerja sama dengan guru, dan siswa mempunyai keperluan hubungan antar pribadi dan menggolongkan ketrampilan untuk mengimbangi permintaan kehidupan kelas.
Teori dan Dukungan Empiris
" Konsep motivasi manusia digambarkan sebagai proses di dalam individu yang membangunkan[mereka ke tindakan.
" Psikolog membuat pembedaan antaa dua jenis motivasi: motivasi intrinsik, yang mana dinyalakan secara internal, dan motivasi ekstrinsik, yang mana diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal.
" Banyak teori motivasi . Empat itu terutama sekali relevan ke pendidikan termasuk teori penguatan, teori kebutuhan, teori kognitif, dan teori pelajaran sosial.
" Teori penguatan menekankan pentingnya individu yang menjawab ke peristiwa lingkungan dan penguatan yang disebabkan oleh keadaan luar.
" Ada beberapa teori kebutuhan yang]berbeda. Secara umum, teori ini menjaga individu itu bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan internal pemenuhan diri seperti itu, prestasi, keanggotaan, pengaruh, dan menentukan nasib sendiri.
" Teori kognitif motivasi menekankan pentingnya jalan berpikir dan kepercayaan dan identitas mereka yang mempunyai situasi hidup.
" Teori pelajaran sosial mengusulkan sebagai fakta bahwa tindakan individu adalah pengaruh oleh nilai tujuan tertentu untuk mereka dan harapan mereka untuk sukses dengan tugas tertentu.
" Tiga hal-hal penting yang membantu memahami masyarakat kelas termasuk kekayaan kelas, proses kelas, dan struktur kelas.
" Kekayaan kelas adalah corak kelas membedakan yang membantu bentuk perilaku . Enam kekayaan penting termasuk multidimensional, kejadian pada waktu yang bersamaan, ketergesaan, yang tidak diramalkan, publik, dan sejarah.
" Proses kelas menggambarkan hubungan antar pribadi dan menggolongkan corak kelas dan termasuk harapan, kepemimpinan, atraksi, norma-norma, komunikasi, dan keterpaduan.
" Struktur kelas adalah dasar yang membentuk perilaku dan pelajaran tertentu selama pelajaran itu. Tiga struktur penting termasuk tugas, gol, dan struktur keikutsertaan.
" Beberapa kelas menonjol dapat diubah oleh guru; orang yang lain tidak bisa. Beberapa kekayaan kelas, seperti multidimensional dan ketergesaan, tidak bisa dipengaruhi oleh guru itu. Menggolongkan proses dan tujuan kelas, tugas, penghargaan, dan struktur keikutsertaan secara langsung di bawah kendali guru.
" Belajarlah pada kelas dan pengajaran menunjukkan itu adalah pelajaran dan motivasi siswa dipengaruhi oleh jenis guru struktur dan proses menciptakan kelas.
" Belajarlah juga membongkar hubungan penting antar perilaku guru, ikatan siswa, dan belajar. Secara umum, siswa bereaksi lebih secara positif dan tetap melakukan di dalam tugas akademis di kelas yang ditandai oleh demokratis ketika mempertentangkan proses otoriter dan di dalam kelas yang ditandai oleh hal positif yang merasakan nada dan orientasi pelajaran.
" Mempengaruhilah di dalam kelas tidak mengalir hanya dari guru itu. Belajarlah tunjukkan siswa yang mempengaruhi satu sama lain dan perilaku guru mereka.
Strategi untuk Memotivasi Siswa dan Membangun Masyarakat Belajar Produktif
" Guru efektif menciptakan masyarakat belajar produktif dengan memusatkan pada hal-hal yang dapat diubah, seperti motivasi siswa terus meningkat dan mengembangan kelompok yang memberi harapan kepada yang memberikan harapan.
" Faktor dihubungkan dengan motivasi dengan motivasi yang guru dapat memodifikasi dan mengendalikan termasuk keseluruhan nada perasaan menyangkut kelas, kesukaran tugas, perhatian siswa, pengetahuan hasil, tujuan kelas dan struktur penghargaan, dan kebutuhan siswa untuk prestasi, pengaruh, keanggotaan, dan menentukan nasib sendiri.
" Walaupun penggunaan penghargaan disebabkan oleh keadaan luar berhasil akal sehat, guru perlu menghindari penekanan lebih pada motivasi jenis ini .
" Guru membantu pengembangan kelas mereka sebagai kelompok dengan mengajarkan siswa bagaimana kelompok tumbuh dan tentang langkah-langkah yang berhasil dan dengan membantu siswa mempelajari bagaimana cara bekerja didalam kelompok.
" Menjatahkan waktu untuk membangun lingkungan pelajaran produktif akan mengurangi banyak frustrasi guru dan akan memberi pengalaman luas kemampuan guru untuk memenangkan keterlibatan dan kooperasi siswa di dalam tugas akademis.
Peninjauan ini mengikuti diskusi dari teori dan dorongan empiris pada topik ini. Fokus dari bagian ini berkelanjutan menuju diskusi yang spesifik kegiatan guru dapat digunakan untuk memotivasi siswa dan membangun komunitas belajar yang produktif. Beberapa ide ini
dikenalkan di bab 2 dimana fokusnya berada pada kelas alami dengan siswa dari latar belakang yang berbeda dan akan terulang dibab 5 mengenai manajemen kelas.
Engkau akan menemukan bahwasanya kamu belajar tiga bab ini yang berisi konsep tentang komunitas belajar yang produktif dengan hubungan yang kuat untuk menjelaskan betapa guru berfikir tentang siswa mereka dan tentang perbedaan karakter kelas sekarang. Mereka juga menghubungkan bagaimana guru membuat perencanaan tentang manajemen kelas yang peduli dan demokratis.
Pandangan Kelas Sebagai Komunitas Belajar
Proses pengembangan kelas sebagai komunitas belajar yang mengharuskan guru untuk membentuk siswa mereka dan kelas mereka. Banyak ide yang mengatakan kerja ini kembali ke beberapa tahun yang lampau, lainnya mengatakan ini ide baru. Bagian ini membicarakan tiga topik, pertama sekedar prespktif lama yang disajikan, satu yaitu membayangkan bahwa ruang kelas sebagai tempat, dimana individu atau kelompok grup membutuhkan tempat bermain di luar yang mana aktivitas setiap harinya bercermin dari kehidupan di luar sekolah. kedua, menyusun deskripsi motivasi manusia dan bagaimana guru memilih strategi motivasi yang memperlancar pengembangan komunitas belajar. yang pada akhirnya, konsep komunitas belajar sendiri dan kelengkapannya menyumbang penjabaran dari komunitas belajar yang positif. Sebuah upaya akan dibuat pada bagian ini, dan yang lain dalam bab lain, untuk menjelaskan yang lebih dari komunitas belajar yang alami saat ini penting di ungkapkan bagaimana dapat diubah di masa depan, faktanya karakter masa depan berdasarkan perbedaan.
Perpaduan Individu Dan Kelompok
Kerjasama antara individu dan kelompok ialah komplek di setiap pengaturan sering kali penuh dengan dilema. Dalam banyak perjalanan, menghadapi permasalahan ini kita membangun sistem pemerintahan dan ekonomi yang besar di United States. Sebagai contoh, nilai koleksi orang-orang Amerika dan kita membangun sistem yang rumit di sekeliling prinsip demokrasi yang bertujuan memastikan ucapan orang-orang yang telah didengar dan tindakan dasar yang menjadi mayoritas. Kita mempunyai banyak tradisi sedemikian dengan menyanyikan lagu bendera bintang berkelip-kelip dan menyatakan ikrar persatuan yang sama dan mempromosikan kelompok mereka. Di setiap waktu kita bebas merdeka dan menjamin kesiapan tagihan yang benar sebagai konsekuensi hukum dan berkata yang mereka inginkan, percaya apa yang mereka inginkan, menganggung kuasa dan mengejar kehidupan tanpa campur tangan yang lain. Ini adalah aspek individu dalam kehidupan mereka.
Ada beberapa masalah dalam kelas. Kita menemukan situasi dimana kita ingin menentukan komunitas yang menyediakan dorongan, keamanan dan persediaan pembelajaran individu. John Dewey (1916) telah meneliti dalam waktu yang lama bahwa belajar anak ialah partisipasi mereka dalam peraturan sosial, pendapat lain dari Jerome Bruner (1996) beragumen bahwa orang menambah kerjasama dan menjadi anggota untuk turut partisipasi. Sehingga kelompok dan komunitas menjadi aspek yang penting dalam pembelajaran. Di sisi lain, kehidupan kelompok dapat membatasi insiatif individu dan memperkenalkan norma opsisi untuk berkreatif dan pembelajaran akademis. Lihat catatan penting hubungan yang baik antara dua bahan di kehidupan kelas.
Pikiran tentang hubungan individu-kelompok berangkat dari pekerjaan psikologis sosial yang dikemukakan oleh tokoh terkenal Kurt Lewin (1939, 1951) dan banyak pengikutnya yang tertarik tentang kombinasi yang dibutuhkan individu dan kondisi lingkungannya yang membentuk sikap seseorang. Getzels and Thelan (1960) pekerjaan ini telah diaplikasikan pada pendidikan pengembangan model dua dimensi dengan pertimbangan hubungan yang baik antara kebutuhan individu siswa dan kondisi kehidupan kelas. Model dimensi yang pertama meliputi : dalam kelas, ada individu yang menentukan motivasi mereka. Gambaran ini dapat di tuliskan dimensi individu dalam kehidupan kelas. Dari pandangan ini, fakta pengalaman di kelas jumlah dari seseorang dan kemampuan siswa memenuhi motivasi yang mereka butuhkan.
Kelemahan membuat hubungan yang penuh arti dengan siswa dapat menyebabkan guru frustasi, karena ketiadaan ikatan dengan siswa, dan siswa merasakan bahwa keluhan mereka tidak didengarkan guru.
Gunakan Umpan Balik dan Jangan Biarkan Kegagalan
Umpan balik ( disebut juga pengetahuan hasil) pada capaian yang baik memenuhi motivasi intrinsik. Umpan balik dalam capaian yang jelek, memberikan informasi bahwa siswa perlu ditingkatkan. Kedua jenis umpan balik adalah faktor motivasional yang penting. Untuk dapat efektif, umpan balik harus segera ditangani secara spesifik, daripada penilaian guru yang menggunakan kartu laporan tiap enam sampai sembilan minggu. Di bab 8, Instruksi Langsung, dikemukakan petunjuk spesifik untuk memberikan umpan balik. Topik ini juga dimuat di bab 6, tentang Penilaian dan Evaluasi. Cukup kiranya dikatakan disini bahwa umpan balik harus sesegera mungkin dikerjakan( dari hasil koreksi ulangan hari itu), sespesifik mungkin (komentar ditambahkan pada semua paper), dan jangan memvonis( Kalimat yang engkau gunakan salah) anda sebagai guru harus menggunakan kalimat ( Apa yang salah denganmu). Kita sudah memeriksa perbedaan antara itu(salah) dengan yang mana, lusinan kali.Apalagi, umpan balik harus fokus mendorong sifat internal sebagaimana usaha mendorong sifat eksternal, yaitu keberuntungan dan kemampuan. Umpan balik harus membantu siswa melihat apa mereka tidak mengerjakan atau mereka tidak dapat mengerjakan.
Kadang guru sendiri, terutama yang kurang pengalaman, jangan ada keinginan mempermalukan siswa, menarik perhatian dari hasil yang dicapai siswa. Juga kadang –kadang lebih mudah menerima dengan membiarkan kegagalan mereka dari pada menkonfrontasi fakta kegagalan mereka. Tindakan guru semacam ini kontra produktif. Guru tidak semestinya menghukum atas kegagalan mereka, atau penggunaan umpan balik disepelekan. Pada waktu yang sama, guru yang efektif mengetahui bahwa adalah hal yang penting untuk memegang harapan yang tinggi untuk seluruh siswa, dan bahwasanya jika hala-hal yang dikerjakan salah, capaian yang salah ini akan berlanjut dan menjadi permanent, kecuali jika guru membawa perhatian siswanya dan menyediakan instruksi untuk mengerjakan dengan benar.
Melayani Kebutuhan Siswa, Mencakup Penentuan Diri
Anda telah membaca di dalam diskusi teori kebutuhan bahwasanya individu menginvestasikan energinya dalam mengejar prestasi, afiliasi dan pengaruh seperti halnya pemuasan kebutuhan untuk menentukan pilihan dan nasib sendiri. Kebanyakan riset tentang motivasional focus pada motivasi prestasi, dan sedikit diketahui tentang pengaruh, alifiasi dan pilihan. Semua alasan ini, bagaimanapun juga meletakkan peran menentukan jenis usaha siswa, daslam memperluas tugas belajar dan berapa lama mereka akan eksis. Umumnya pengaruh siswa dan penentuan nasib sendiri memerlukan pemuasan ketika mereka mempunyai kekuatan di lingkungan kelas mereka dan tugas belejar mereka. Cheryl Spaulding menyatakan cerita menarik tentang seberapa penting pilihan dan menentukan nasib sendiri atas kebanyakan orang. Bayangkan scenario berikut : Anda seorang yang suka bepergian dan bentuk favorit anda adalah bepergian dengan mobil. Setiap musim panas anda berlibur, mengemudi ke tempat-tempat menarik di negera ini. Anda menyukai liburan semacam ini karena dapat menemukan sendidi losmen, ranjang dan sarapan yang mewah yang orang tidak biasa ke tempat itu. Tahun ini ada seorang dermawan tanpa menyebutkan nama menghadiahi anda suatu perjalanan yang mahal, selama dua bulan tour
keliling Timur Laut Amerika dan Kanada, suatu perjalanan yang lama anda rindukan. Untuk membantu anda, sang dermawan ini mengajukan rencana perjalanan yang harus anda tempuh secara detil. Route perjalanan anda, terdiri dari jalan spesifik, yang secara menyeluruh sudah direncanakan sedemikian sehingga perjalanan anda tidak akan pernah mendapat kursus. Semua reservasi makan malam, ruangan telah dibuatkan. Makan malam semua sudah diorder untuk anda. Anda harus mengerjakan semua keberuntungan ini dengan menerima semua tawaran yang menggiurkan ini. Apakah anda menerima tawaran ini ? Apakah liburan yang semacam ini menyenangkan anda ?
Spaulding menuliskan bahwa jawaban semua pertanyan ini nampaknya tidak, sebab sebagian besar kesenangan yang diperoleh dari suatu perjalanan keliling adalah kebebasan dan pada saat menentukan pilihan sendiri, bukan dari keputusan pilihan orang lain.
Disini contoh spesifik bagaimana guru dapat menyediakan pilihan bagi siawanya dan rasa menentukan nasib sendiri :
· Memenuhi sesi perencanaan mingguan dengan siswa, menaksir seberapa baik minggu sebelumnya dan melihat seluruh pelajaran minggu depan. Beberapa guru yang berpengalaman menggunakan teknik ˝kelebihan dan keinginan˝. Di atas kertas oran besar , guru membuat dua kolom dan label seperti Tabel 4.5. Bersama-sama guru dan siswa mendaftarkan usul mereka untuk dipertimbangkan. Guru dapat menggunakan informasi dari daftar ini dan merencanakan kembali pelajaran dan aktivitas yang dipengaruhi dari masukan mereka.
· Menugaskan siswa untuk melaksanakan tugas yang penting, seperti pembagian dan pengumpulan, pembukuan dan dokumen, memelihara aquarium, mengambil gulungan, bertindak seperti guru privat ke siswa lain, mengambil pesan dari kantor dan lain sebagainya.
· Menggunakan model belajar kooperatif dan pembelajaran berdasarkan masalah, sebab pendekatan ini memungkinkan siswa memilih pelajaran dan menggunakan metode yang mereka gunakan.
Tabel 4.5 Kelebihan dan Keinginan
Kelebihan
Keinginan
Pelajaran di dalam ruangan jelas
Kerja kelompok sangat menarik
Kita senang dengan kunjungan kepala sekolah
Kita ingin waktu lebih banyak dalam eksperimen
Kita ingin lebih banyak siswa yang kooperatif
Kita ingin ujian lebih fair
Memuaskan gabungan adalah juga penting. Di dalam kebanyakan sekolah, adalah panutan menggolongkan siswa itu menentukan untuk memuaskan kebutuhan keanggotaan mereka. Sungguh sial, norma-norma untuk panutan menggolongkan keanggotaan sering konflik dengan guru norma-norma prestasi kuat bermaksud melihat. Dalam Beberapa Peristiwa, sangat persekongkolan kompetitif yang mengeluarkan/meniadakan banyak siswa dari kedua-duanya hidup yang sosial dan akademis menyangkut sekolah ditemukan. Didalam kejadian yang lain, norma-norma kelompok panutan ada itu menerapkan sanksi negatif kepada siswa itu yang mencoba untuk maju/bekerja lancar di dalam sekolah bekerja. Guru dapat membuat kebutuhan untuk keanggotaan berhasil/bekerja halal di dalam suatu yang positif dengan mengikuti sebagian dari prosedur ini.
· Meyakinkan bahwa semua siswa dalam kelas ( bahkan di sekolah menengah) mengetahui satu nama yang lain dan beberapa informasi pribadi tentang masing-masing siswa.
· Mulailah tujuan kerjasama memberi penghargaan struktur, seperti diuraikan di Bab 10.
· Memerlukan banyak waktu untuk membantu siswa dalam kelas kembangkan sebagai kelompok, menggunakan prosedur uraian dalam bagian berikut.
Perhatikan Tujuan Struktur Belajar dan Kesulitan Instruksi Tugas
Teori pelajaran sosial mengingatkan kita (menyangkut) pentingnya jalan yang belajar tugas dan tujuan adalah dilaksanakan dan tersusun. Dua tugas dan tujuan aspek-aspek belajar harus dipertimbangkan di sini: kesukaran tugas dan struktur tujuan.
Anda membaca lebih awal sekitar tiga jenis struktur tujuan kelas: kompetitif, kooperatif, dan bersifat perseorangan. Struktur tujuan kompetitif mendorong kearah perbandingan dan menang-kalah hubungan di antara siswa dan membuat suatu kemampuan siswa, dibandingkan usaha, faktor sukses yang utama. Struktur tujuanl kerjasama, pada sisi lain, mendorong kearah saling ketergantungan sosial, dan aktivitas yang bersama membuat usaha siswa faktor utama untuk sukses. Bab 10 memasuki detil lebih besar tentang bagaimana struktur tujuan kooperatif yang disediakan. Hubungan dekat cara dan tujuan adalah struktur tingkat kesukaran siswa memilih untuk diri mereka. Siswa yang menetapkan tujuan sangat tinggi yang adalah adalah mendorong untuk memikirkan kembali apa yang boleh jadi tujuan yang lebih realistis. Dengan cara yang sama, siswa yang selalu menetapkan tujuan rendah dapat didukung untuk menaikkan penglihatan mereka. Halnya penting untuk guru untuk ingat adalah siswa itu termotivasi untuk bertekun lebih panjang di (dalam) tujuanpengejaran yang adalah terjangkau dan realistis.
Suatu faktor tambahan yang dapat mempengaruhi suatu motivasi siswa dihubungkan dengan derajat tingkat kesukaran nyata (menyangkut) tugas pelajaran dan jumlah usaha yang diperlukan untuk melengkapi;menyudahi itu. Seperti diuraikan sebelumnya, tugas yang adalah terlalu mudah memerlukan terlalu kecil usaha dan tidak tidak menghasilkan apapun merasa sukses dan, sebagai konsekwensi, tidak motivasional. Pada waktu yang sama, tugas yang adalah terlalu sukar untuk siswa, dengan mengabaikan usaha yang mereka membelanjakan, akankah juga (adalah) tidak motivasional. Guru efektif mempelajari bagaimana cara melakukan penyesuaian tingkatan kesukaran dalam belajar tugas untuk siswa yang tertentu. Kadang-kadang alat-alat ini yang menyediakan lebih bantuan dan pendukungan yang bagi mereka yang menemukan tugas tertentu yang terlalu sulit. Guru efektif juga bantuan melihat koneksi antara jumlah usaha yang mereka memasuki suatu tugas pelajaran dan pemenuhan dan sukses mereka. Ini dilaksanakan dengan mendiskusikan dengan siswa mengapa usaha tertentu sukses yang didorong ke arah dan, dan sebaliknya, mengapa di (dalam) kejadian lain yang mendorong mereka menuju kegagalan.
Penggunaan Multidimensional Tugas
Seperti diuraikan sebelumnya, kelas hari ini ditandai oleh keaneka ragaman yang besar satu arah. Salah satu cara guru untuk untuk menjahit instruksi mereka untuk suatu kelompok siswa yang berbeda adalah untuk membuat peluang yang tersedia maka siswa dapat bekerja sama pada atas aktivitas masyarakat dan untuk mengejar tugas yang menantang dan motivasional. Elizabeth Cohen ( 1994) dan Oakes dan Lipton ( 2003) sudah meghubungi situasi pelajaran jenis ini menggunakan multidimensional tugas. Pendekatan ini menekankan siswa yang bekerja bersama pada permasalahan dan tugas yang menarik. Siswa dapat membuat kontribusi menurut latar belakang mereka sendiri, menarik, dan kemampuan. Menurut Elizabeth Cohen, multidimensional tugas :
· Pada hakekatnya menarik, memberi penghargaan, dan menantang
· Termasuk lebih dari satu menjawab atau jalan/cara lebih dari satu untuk memecahkan masalah
· Mengijinkanlah siswa berbeda untuk membuat kontribusi [yang] berbeda
· Melibatkanlah berbagai medium untuk melibatkan perasaan penglihatan, mendengar, dan menyentuh
· Memerlukanlah berbagai perilaku dan ketrampilan
· Keperluan membaca dan menulis
Berikut adalah suatu contoh bagaimana Kim Mengawakilah Thi Pham menggunakan multidimensional tugas di dalam kelas sejarah yang ke sebelas.
Ruang penuh dengan aktivitas. Meja tulis didorong kepada tepi kelas, mengakomodasi berbagai kelompok. Beberapa siswa mendiskusikan bagaimana cara membagi bersama pengalaman yang terbaru mereka bekerjasama dengan pekerja pertanian orang pindah dalam bidang. Satu siswa dengan sabar tabel suatu grafik yang mempertunjukkan gangguan ekonomi dalam memelihara suatu kebun yang besar. Dua siswa dan aku merencanakan presentasi. Siswa lain melengkapi suatu poster pada atas Kelompok Pekerja Pertanian, potongan/guntingan kabar, dan juru gambar/tukang cap menelentang ke seberang lantai itu. Ketawa meletus dari punggung ruang di mana empat siswa berdebat gagasan dalam mendandani sebagai informasi memperkenalkan pada pergerakan pekerja pertanian ke seberang status yang mengikuti puncak memanen jam musim sayur-mayur dan buah. Seseorang tanya aku jika dia dapat memberi teman sekelas suatu test mengikuti presentasi." Pasti" Aku memperbaiki," tetapi mempertimbangkan- Apa yang kamu ingin [ untuk mengetahui?" siswa memikirkan pertanyaan pelan-pelan kembali ke kelompok itu. Aktivitas melanjut sampai beberapa menit[yang akhir itu. Aku mengingatkan siswa ke dokumen dengan suatu ayat-ayat jurnal pendek/singkat yang menyoroti perasaan dan perhatian yang individu. Siswa menulis sampai akhir kelas( Pohon Ek& Lipton, 2003, pp. 230- 231).
Memudahkan Pengembangan Kelompok dan Menyatu
Mengembangkan suatu lingkungan kelas positif akan yang didorong kearah motivasi ditingkatkan dan mempertinggi prestasi. Ini memerlukan menghadiri kepada sosial dan kebutuhan siswa emosional seperti halnya kebutuhan akademis mereka. Juga, membantu siswa tumbuh sebagai kelompok. Kadang-kadang orang tidak mungkin berpesan, tetapi menggolongkan, seperti individu, kembangkanlah dan terobos langkah-langkah dalam proses. Beberapa psikolog sosial sudah belajar kelas dan menemukan kelompok kelas itu kembang;kan di dalam pola yang serupa ( Putnam& Burke, 1992; Schmuck, 2001). Langkah-langkah pengembangan kelompok berikut menghadirkan suatu sintesa gagasan mereka, dengan perhatian tertentu kepada gagasan yang dikenali oleh Schmucks.
Langkah 1: Kemudahan Pemasukan Kelompok dan Keanggotaan Psikologis.
Semua orang ingin merasakan bahwa mereka menjadi anggota, bahwa mereka diterima oleh yang lain . Ini terutama penting di dalam suatu kelas yang menentukan sebab menjadi pelajar adalah suatu bisnis yang penuh resiko. Dalam rangka mempunyai keberanian untuk membuat kekeliruan yang adalah suatu part;bagian alami dalam belajar, siswa harus merasa mereka ada di dalam suatu lingkungan yang aman. Ini rasa keselamatan yang datang hanya ketika siswa merasakan yang diterima dan disukai oleh mereka yang kelas mereka. Oleh arena itu, awal di dalam kelas, siswa akan mencari suatu relung untuk diri mereka dalam kelompok kelas, mereka akan mungkin pada perilaku kebaikan mereka dan menyajikan suatu gambaran positif. Guru yang punya pengaruh pantas dipertimbangkan selama periode ini oleh karena otoritas yang ditugaskan mereka. Selama periode ini, guru perlu membelanjakan tempaan waktu pantas dipertimbangkan koneksi pribadi dengan siswa, membantu mereka, mempelajarilah masing-masing nama yang lain, membantu mereka di dalam hubungan bangunan satu sama lain. Kapan siswa baru masuk kelompok, usaha khusus harus dibuat untuk memastikan penerimaan mereka. Guru yang melakukan sepanjang periode awal pengembangan kelompok menghadirkan kunci langkah-langkah pertama di dalam menciptakan suatu hal positif yang belajar lingkungan untuk siswa.
Langkah 2: Pendirian/Penetapan Aturan danRutinitas.
Memikirkan manakala kamu menjadi gabungan dengan suatu kelompok yang baru. Seperti kebanyakan orang, kamu biasanya sangat memperhatikan apa yang diharapkan dari kamu dan bagaimana kamu harus mempunyai ke arah orang yang lain. Siswa selalu ingin memahami bagaimana suatu kelas akan beroperasi. Apa yang merupakan aturan, prosedure, kebijakan, dan harapan untuk perilaku dalam kelas tinggal? Kadang-kadang langkah ini mengikuti langkah 1, tetapi dapat dan sering juga mengerjakan kejadian secara bersamaan. Guru efektif melakukan pelajaran awal dalam tahun yang menenun harapan akademis dengan harapan tingkah laku dan hubungan antar pribadi. Bekerjalah keras untuk menetapkan dan lingkungan di mana siswa dapat diharapkan untuk bekerja berat tetapi juga merasakan didukung dan aman. Suatu hari atau satu pelajaran bukan cukup ke pengikat norma-norma ini; proses memerlukan banyak waktu, pantas dipertimbangkan atas beberapa minggu. Lebih banyak tentang aspek/pengarah hidup kelas ini dibahas di (dalam) Bab 5 di bawah topik kelas Management.
Langkah 3: Pendirian/Penetapan Pengaruh Bersama dan Kolaborasi.
Tidak mengambil sangat panjang, sama dengan anak-anak yang sangat muda, ke fasilitas psikolgi keanggotaan dan menetapkan rutinitas dan aturan. Bagaimana pernah, akan ada permasalahan. Anggota kelas sangat pada masuk ke dua kekuatan berjuang. Satu perjuangan menguji menyangkut guru; lainnya menetapkan panutan grup itu yang yang lain. Ini adalah isyarat kelas telah masuk langkah 3, di mana individualis mulai berjuang untuk menetapkan pengaruh mereka di dalam kelompok itu. Pada stage,it ini adalah penting untuk guru untuk menunjukkan siswa yang mereka berhak berbicara dalam pengambilan keputusan kelas dan hidup kelas itu akan lebih memuaskan jika tegangan antar siswa dapat dipecahkan. Beberapa teknik untuk tawar-menawar dengan manajemen dan tegangan dalam kelas adalah di Bab 5 dan 6 dan temasuk pertemuan-pertemuan kelas, resolusi manajemen, mendengarkan yang aktip, dan berhadapan dengan kelakuan buruk. Dalam posisi ini, adalah cukup untuk mengetahui bahwa pengalaman tidak senang seperti itu sebagai tantangan kepada otoritas guru, perkelahian antar siswa, dan mulai- perilaku tugas adalah semua kejadian normal pada untuk menetapkan suatu lingkungan kelas yang] positif. Suatu perhatian, bagaimanapun, apakah cocok untuk diterapkan. Jika tegangan ini tidak bisa memecahkan dan hubungan kekuasaan seimbang, kelompok tidak akan mampu bergerak ke arah kolaborasi atau ke dalam langkah yang berikutnya.
Langkah 4: Pengejaran Individu dan Tujuan Akademik.
Pada langkah ini, kelas diggolongkan sedang berfungsi dengan lembut dan secara produktif. Siswa merasakan nyaman dalam kelas dan percaya dengan berbagai kesulitan dapat terpecahkan. Frekuensi konflik dan perilaku berkurang, dan manakala terjadi, mereka dihadapkan dengan cepat dan secara efektif. Pada waktu ini, kelas masuk langkah pengembangan untuk aktif secara produktif pada tujuan akademis. Siswa selama ini adalah sangat baik pada menentukan tujuan dan mengetahui bahwa ini adalah waktu pengajaran terbaik berlangsung. Ini merupakan suatu waktu untuk mengkomunikasi harapan tinggi untuk siswa dan untuk mendorong mereka untuk mencapai keiinginan individu tinggi dan prestasi kelompok. Guru baik adalah juga langkah-langkah lebih awal selama periode ini. Jika itu terjadi, pekerjaan akademis akan menunjukkan keanggotaan dan menggerakkan isu yang lagi dipecahkan.
Langkah 5:Menyempurnakan Pembaruan Diri.
Ketika tahun pelajaran berproses, guru perlu membantu anggota kelas memikirkan pertumbuhan berlanjut mereka dan sekitar bagaimana cara mengambil suatu tugas yang lebih menantang dan baru. seperti tahun atau semester yang datang untuk suatu akhir, maka terlalu mengerjakan kelompok kelas. Bergelombang dikerjakan berdampingan untuk beberapa bulan, siswa kembangkan ikatan dekat satu sama lain, dan guru harus menunjuk kepiluan yang yang dilibatkan dalam menghilangkan ikatan itu saat ketegangan separasi yang emosional. Pekerjaan guru di dalam langkah lima adalah untuk menanti perubahan yang emosional ini, menjadi siap untuk membantu kelompok di dalam revisi dan mengerjakan lagi langkah-langkah sebelumnya jika dibutuhkan, dan untuk menopang siswa manyatukan dan menghentikan dekat pada penutup batas mereka yang sudah membentuk.
Schmucks, seperti halnya orang)yang lain belajar kelompok kelas, adalah cepat untuk menunjuk, dan menjadi hak maka, bahwa langkah-langkah pengembangan kelas [adalah] tidak selalu ada contoh. Sebagai gantinya, mereka adalah sering kali secara alami, dengan banyak dari langkah-langkah yang mengulangi diri mereka beberapa kali sepanjang tahun pelajaran. Kapan siswa baru ditempatkan di dalam kelas, keanggotaan mengeluarkan lagi menjadi penting. Pertumbuhan siswa di dalam ketrampilan hubungan antar pribadi menyimpan pengaruh mengeluarkan tidak stabil dan di dalam perubahan terus menerus yang tetap. Isu bermasyarakat lebih besar menyebabkan suatu kebutuhan dan perubahan ke norma-norma dihubungkan dengan capaian dan tujuan akademis.
Langkah-langkah kelas menggolongkan pengembangan juga tidak punya batasan waktu terbatas dihubungkan dengan mereka. Waktu mengambil masing-masing kelompok untuk berkembang;membuat rencana;melatih;mengalami;mengh isu dihubungkan dengan keanggotaan, pengaruh, dan pemenuhan tugas tergantung pada ketrampilan dari anggota individu di dalam kelas dan jenis kepemimpinan guru menyediakan. Batasan waktu yang umum, bagaimanapun dapat inferred dari pernyataan guru berpengalaman. Mereka melaporkan bahwa isu keanggotaan mengkonsumsi siswa sepanjang bulan pertama sekolah dan bahwa periode paling produktif untuk siswa yang belajar dan perhatian ke tugas akademis adalah antara November dan awal Mei.
Guru membantu pengembangan kelompok kelas pada masing-masing langkah di dalam caranya uraikan dan juga membantu siswa memahami kelompok itu tumbuh dan mempelajari dengan cara yang sama individu itu melakukan. Adalah kritis guru mengenali komunikasi hal positif itu dan bercakap-cakap dengan pola variabel yang paling utama untuk bangunan kelompok dan lingkungan pelajaran yang produktif. Kejemuan akan kelas bercakap-cakap norma-norma itu dibentuk dengan mapan dan hidup di kelas yang ditolak. Kejemuan akan bercakap-cakap yang teoritis dan aspek sosial dalam belajar mempersatukan. Jauh lebih sekitar topik yang penting ini adalah tercakup di Bab 12
Beberapa Pemikiran Akhir
Banyak sekolah dan guru sudah mengembang;kan hal positif tentang belajar bermasyarakat di mana siswa adalah tertarik akan sekolah dan mendorong untuk mempelajari. Bagaimanapun, ini [adalah] bukan situasi di mana-mana. Suatu pemberian suara kelas sebelas, siswa terbaru mengungkapkan bahwa hanya lebih dari 25 persen pekerjaan rumah yang ditemukan " penuh arti," hanya 20 persen menemukan kasus menarik," dan hanya 39 persen merasa sekolah belajar untuk;menjadi " penting" di dalam hidup nantinya. Data ini, dikumpulkan oleh Universitasas Michigan Institut Social Riset.
Apa barangkali yang paling menarik di dalam statistik ini adalah kemunduran mantap dalam semua tanggapan antaraa 1983 dan 2000. Sebagai Contoh, 40 persen (menyangkut) mesin sortir/penilai yang ke duabelas melaporkan pekerjaan rumah untuk menjadi penuh arti di dalam 1983 dibandingkan yang hanya 28 persen di dalam 2000. Kasus menarik perhatian juga yang merosot selama periode ini dari 35 persen untuk 21 persen.
Bagaimana cara kita menjelaskan kemunduran ini, terutama sekali atas dua dekade setelah banyak usaha dibuat untuk meningkatkan usaha siswa dan minat akan pendidikan?
Beberapa pendidik membantah struktur organisasi sekolah yang ketinggalan jaman itu dan kurikulum sebagian besar untuk menyalahkan orang lain tentang ketiadaan minat siswa akan sekolah. Mereka memufakati Csikszentmihalyi, seperti anda membaca lebih awal, rasa yang structuring sekolah menengah dan pertengahan di sekitar banyak pokok yang diajar untuk menyingkat periode waktu menghalangi motivasi intrinsik dan kepercayaan itu pada nilai/kelas dan penghargaan eksternal menghalangi pengalaman. Kurikulum yang distandardisasi dan pengujian eksternal mungkin juga menyimpan siswa didalam peran pasif yang menghalangi kenikmatan, ketertarikan, perhatian, dan komitmen. Barangkali generasi guru akan menemukan jalan untuk menghentikan kecenderungan ini dan menyediakan peluang untuk semua siswa untuk dididik di dalam masyarakat belajar yang penuh arti dan menarik. Apakah anda berpikir ini mungkin?
RINGKASAN
Perspektif Kela sebagai Masyarakat Belajar
" Memotivasi siswa dan kepemimpinan menyediakan untuk masyarakat belajar adalah fungsi kepemimpinan kritis dalam mengajarkan.
" Suatu masyarakat kelas adalah suatu tempat di mana secara individu mendorong guru dan siswa bereaksi terhadap satu sama lain di dalam suatu sosial yang menentukan.
" Masyarakat kelas adalah sistem ekologis dan sosial yang masuk dan mempengaruhi alasan dan kebutuhan individu, peran kelembagaan, dan interaksi antar anggota memerlukan norma-norma kelompok.
" Suatu masyarakat belajar produktif ditandai oleh suatu keseluruhan iklim di mana siswa merasakan hal positif tentang diri mereka dan panutan mereka, kebutuhan individu siswa dicukupi sehingga mereka tetap berada di dalam pekerjaan dan tugas akademis dengan cara kerja sama dengan guru, dan siswa mempunyai keperluan hubungan antar pribadi dan menggolongkan ketrampilan untuk mengimbangi permintaan kehidupan kelas.
Teori dan Dukungan Empiris
" Konsep motivasi manusia digambarkan sebagai proses di dalam individu yang membangunkan[mereka ke tindakan.
" Psikolog membuat pembedaan antaa dua jenis motivasi: motivasi intrinsik, yang mana dinyalakan secara internal, dan motivasi ekstrinsik, yang mana diakibatkan oleh faktor lingkungan atau eksternal.
" Banyak teori motivasi . Empat itu terutama sekali relevan ke pendidikan termasuk teori penguatan, teori kebutuhan, teori kognitif, dan teori pelajaran sosial.
" Teori penguatan menekankan pentingnya individu yang menjawab ke peristiwa lingkungan dan penguatan yang disebabkan oleh keadaan luar.
" Ada beberapa teori kebutuhan yang]berbeda. Secara umum, teori ini menjaga individu itu bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan internal pemenuhan diri seperti itu, prestasi, keanggotaan, pengaruh, dan menentukan nasib sendiri.
" Teori kognitif motivasi menekankan pentingnya jalan berpikir dan kepercayaan dan identitas mereka yang mempunyai situasi hidup.
" Teori pelajaran sosial mengusulkan sebagai fakta bahwa tindakan individu adalah pengaruh oleh nilai tujuan tertentu untuk mereka dan harapan mereka untuk sukses dengan tugas tertentu.
" Tiga hal-hal penting yang membantu memahami masyarakat kelas termasuk kekayaan kelas, proses kelas, dan struktur kelas.
" Kekayaan kelas adalah corak kelas membedakan yang membantu bentuk perilaku . Enam kekayaan penting termasuk multidimensional, kejadian pada waktu yang bersamaan, ketergesaan, yang tidak diramalkan, publik, dan sejarah.
" Proses kelas menggambarkan hubungan antar pribadi dan menggolongkan corak kelas dan termasuk harapan, kepemimpinan, atraksi, norma-norma, komunikasi, dan keterpaduan.
" Struktur kelas adalah dasar yang membentuk perilaku dan pelajaran tertentu selama pelajaran itu. Tiga struktur penting termasuk tugas, gol, dan struktur keikutsertaan.
" Beberapa kelas menonjol dapat diubah oleh guru; orang yang lain tidak bisa. Beberapa kekayaan kelas, seperti multidimensional dan ketergesaan, tidak bisa dipengaruhi oleh guru itu. Menggolongkan proses dan tujuan kelas, tugas, penghargaan, dan struktur keikutsertaan secara langsung di bawah kendali guru.
" Belajarlah pada kelas dan pengajaran menunjukkan itu adalah pelajaran dan motivasi siswa dipengaruhi oleh jenis guru struktur dan proses menciptakan kelas.
" Belajarlah juga membongkar hubungan penting antar perilaku guru, ikatan siswa, dan belajar. Secara umum, siswa bereaksi lebih secara positif dan tetap melakukan di dalam tugas akademis di kelas yang ditandai oleh demokratis ketika mempertentangkan proses otoriter dan di dalam kelas yang ditandai oleh hal positif yang merasakan nada dan orientasi pelajaran.
" Mempengaruhilah di dalam kelas tidak mengalir hanya dari guru itu. Belajarlah tunjukkan siswa yang mempengaruhi satu sama lain dan perilaku guru mereka.
Strategi untuk Memotivasi Siswa dan Membangun Masyarakat Belajar Produktif
" Guru efektif menciptakan masyarakat belajar produktif dengan memusatkan pada hal-hal yang dapat diubah, seperti motivasi siswa terus meningkat dan mengembangan kelompok yang memberi harapan kepada yang memberikan harapan.
" Faktor dihubungkan dengan motivasi dengan motivasi yang guru dapat memodifikasi dan mengendalikan termasuk keseluruhan nada perasaan menyangkut kelas, kesukaran tugas, perhatian siswa, pengetahuan hasil, tujuan kelas dan struktur penghargaan, dan kebutuhan siswa untuk prestasi, pengaruh, keanggotaan, dan menentukan nasib sendiri.
" Walaupun penggunaan penghargaan disebabkan oleh keadaan luar berhasil akal sehat, guru perlu menghindari penekanan lebih pada motivasi jenis ini .
" Guru membantu pengembangan kelas mereka sebagai kelompok dengan mengajarkan siswa bagaimana kelompok tumbuh dan tentang langkah-langkah yang berhasil dan dengan membantu siswa mempelajari bagaimana cara bekerja didalam kelompok.
" Menjatahkan waktu untuk membangun lingkungan pelajaran produktif akan mengurangi banyak frustrasi guru dan akan memberi pengalaman luas kemampuan guru untuk memenangkan keterlibatan dan kooperasi siswa di dalam tugas akademis.
Desain Kurikulum
Suatu desain merupakan rencana untuk menetapkan alat, teknik, prosedur, dan unsur-unsur yang berhubungan dengan tujuan. Karakteristik desain:
1.Berfokus pada tujuan.
2.Desain memperkuat keyakinan akan berhasil.
3.Desain lebih menguntungkan baik ditinjau dari segi waktu, tenaga dan usaha.
4.Desain memperlancar komunikasi dan koordinasi
5.Desain mengurangi ketegangan
Fase-fase desain kurikulum:
1.Perumusan masalah
2.Pengembangan
3.Evaluasi
Unsur-unsur dalam desain kurikulum:
1.Mengidentifikasi tujuan
2.Memilih para peserta desainer
3.Memilih bahan kurikulum
4.Menulis tujuan-tujuan
5.Mempelajari tujuan instruksional
6.Menjabarkan tujuan-tujuan umum ke dalam tujuan instruksional
7.Menyusun pelajaran-pelajaran yang tepat
8.Mengembangkan alat-alat pelajaran
9.Membuat rekomendasi tentang lingkungan belajar
10.Menilai hasil belajar
11.Umpan balik
Nana Syaoqih (2001) mengemukakan bahwa berdasarkan pada apa yang menjadi focus pengajaran, sekurangnya ada tiga pola desain kurikulum:
1.Subject Centered Design
Kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan.
Desain ini berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai, dan warisan budaya masa lalu dan berupaya mewariskannya pada generasi mendatang.
Kelebihan:
a.Mudah disusun, dilaksanaka, dievaluasi dan dilaksanakan.
b.Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, yang penting dipandang menguasai ilmu dan bahan yang akan diajarkan.
Kelemahan:
a.Karena ilmu pengetahuan diberikan terpisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan bahwa pengetahuan itu merupakan satu kesatuan.
b.Peran peserta didik sangat pasif
c.Pengajaran lebih menekankan pada pengetahuan dan kehidupan masa lalu, pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.
Beberapa cabang:
a)The subject design
Bentuk paling murni dari subject centered design.
Kelebihan:
Penyusunannya mudah.
Sudah dikenal lama, mudah untuk dilaksanakan.
Memudahkan peserta didik melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi (PT), karena PT menggunakan bentuk ini.
Efisien karena metode utama adalah ekspositori.
Sangat ampuh untuk alat melestarikan warisan budaya masa lalu.
Kelemahan:
Pengetahuan terpisah-pisah.
Isi kurikulum diambil dari masa lalu.
Kurang memperhatikan minat, kebutuhan, dan pengalaman peserta didik.
Disusun berdasarkan sistematika ilmu, sering menimbulkan kesukaran mempelajari dan menggunakannya.
Mengutamakan isi, kurang memperhatikan cara penyampaian.
b)The discipline design
Batang tubuh keilmuwan menentukan apakah sebuah bahan pelajaran itu disebut disiplin ilmu atau bukan.
Peserta didik didorong memahami logika dan struktur dasar suatu disiplin.
Pendekatan yang banyak digunakan: inkuiri dan diskaveri
Kelebihan:
Dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
Peserta didik menguasai konsep, hubungan, dan proses-proses intelektual.
Kelemahan:
Belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi.
Belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat dan lingkungan.
Belum bertolak pada minat, kebutahan, atau pengalaman peserta didik.
Susunan kurikulum belum efisien untuk KBM maupun penggunaannya.
Secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.
c)The Broad Fields Design
Beberapa pelajaran yang berdekatan atau berhubungan disatukan.
Banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, agak terbatas pada pendidikan di atasnya.
Kelebihan:
Karena dasarnya bahan terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan, beberapa pelajaran masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur.
Memungkinkan peserta didik melihat hubungan-hubungan berbagai hal.
Kelemahan:
Sulit sekali guru menguasai bidang yang luas.
Tidak dapat diberikan secara mendetail, hanya permukaannya saja.
Pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya pada siswa, sehingga kurang membangkitkan minat belajar.
Tetap kurang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat afekif dan kognitif tingkat tinggi.
2.Learner Centered Design
Memberikan tempat utama kepada peserta didik.
Guru berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong, dan memberikan bimbingan sesuai kebutuhan peserta didik.
Dua ciri utama yang membedakannya dengan subject centered:
1.Mengembangkan kurikulum bertolak dari peserta didik, bukan dari isi.
2.Bersifat non-preplanned, dikembangkan bersama antara guru dan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan.
3.Problem Centered Design
Berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia.
Berangkat dari asumsi bahwa manusia hidup bersama, menghadapi masalah bersama dan harus dipecahkan bersama juga.
Isi kurikulum berupa masalah social yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang.
Sekuen disusun berdasarkan minat, kebutuhan, dan pengalaman perserta didik.
Variasi:
a)The Areas Of Living Design
Tujuan yang bersifat proses (processe
b)The Core Design
1.Berfokus pada tujuan.
2.Desain memperkuat keyakinan akan berhasil.
3.Desain lebih menguntungkan baik ditinjau dari segi waktu, tenaga dan usaha.
4.Desain memperlancar komunikasi dan koordinasi
5.Desain mengurangi ketegangan
Fase-fase desain kurikulum:
1.Perumusan masalah
2.Pengembangan
3.Evaluasi
Unsur-unsur dalam desain kurikulum:
1.Mengidentifikasi tujuan
2.Memilih para peserta desainer
3.Memilih bahan kurikulum
4.Menulis tujuan-tujuan
5.Mempelajari tujuan instruksional
6.Menjabarkan tujuan-tujuan umum ke dalam tujuan instruksional
7.Menyusun pelajaran-pelajaran yang tepat
8.Mengembangkan alat-alat pelajaran
9.Membuat rekomendasi tentang lingkungan belajar
10.Menilai hasil belajar
11.Umpan balik
Nana Syaoqih (2001) mengemukakan bahwa berdasarkan pada apa yang menjadi focus pengajaran, sekurangnya ada tiga pola desain kurikulum:
1.Subject Centered Design
Kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan.
Desain ini berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai, dan warisan budaya masa lalu dan berupaya mewariskannya pada generasi mendatang.
Kelebihan:
a.Mudah disusun, dilaksanaka, dievaluasi dan dilaksanakan.
b.Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan khusus, yang penting dipandang menguasai ilmu dan bahan yang akan diajarkan.
Kelemahan:
a.Karena ilmu pengetahuan diberikan terpisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan bahwa pengetahuan itu merupakan satu kesatuan.
b.Peran peserta didik sangat pasif
c.Pengajaran lebih menekankan pada pengetahuan dan kehidupan masa lalu, pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.
Beberapa cabang:
a)The subject design
Bentuk paling murni dari subject centered design.
Kelebihan:
Penyusunannya mudah.
Sudah dikenal lama, mudah untuk dilaksanakan.
Memudahkan peserta didik melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi (PT), karena PT menggunakan bentuk ini.
Efisien karena metode utama adalah ekspositori.
Sangat ampuh untuk alat melestarikan warisan budaya masa lalu.
Kelemahan:
Pengetahuan terpisah-pisah.
Isi kurikulum diambil dari masa lalu.
Kurang memperhatikan minat, kebutuhan, dan pengalaman peserta didik.
Disusun berdasarkan sistematika ilmu, sering menimbulkan kesukaran mempelajari dan menggunakannya.
Mengutamakan isi, kurang memperhatikan cara penyampaian.
b)The discipline design
Batang tubuh keilmuwan menentukan apakah sebuah bahan pelajaran itu disebut disiplin ilmu atau bukan.
Peserta didik didorong memahami logika dan struktur dasar suatu disiplin.
Pendekatan yang banyak digunakan: inkuiri dan diskaveri
Kelebihan:
Dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia.
Peserta didik menguasai konsep, hubungan, dan proses-proses intelektual.
Kelemahan:
Belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi.
Belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat dan lingkungan.
Belum bertolak pada minat, kebutahan, atau pengalaman peserta didik.
Susunan kurikulum belum efisien untuk KBM maupun penggunaannya.
Secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.
c)The Broad Fields Design
Beberapa pelajaran yang berdekatan atau berhubungan disatukan.
Banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, agak terbatas pada pendidikan di atasnya.
Kelebihan:
Karena dasarnya bahan terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan, beberapa pelajaran masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur.
Memungkinkan peserta didik melihat hubungan-hubungan berbagai hal.
Kelemahan:
Sulit sekali guru menguasai bidang yang luas.
Tidak dapat diberikan secara mendetail, hanya permukaannya saja.
Pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya pada siswa, sehingga kurang membangkitkan minat belajar.
Tetap kurang menekankan pencapaian tujuan yang bersifat afekif dan kognitif tingkat tinggi.
2.Learner Centered Design
Memberikan tempat utama kepada peserta didik.
Guru berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong, dan memberikan bimbingan sesuai kebutuhan peserta didik.
Dua ciri utama yang membedakannya dengan subject centered:
1.Mengembangkan kurikulum bertolak dari peserta didik, bukan dari isi.
2.Bersifat non-preplanned, dikembangkan bersama antara guru dan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan.
3.Problem Centered Design
Berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia.
Berangkat dari asumsi bahwa manusia hidup bersama, menghadapi masalah bersama dan harus dipecahkan bersama juga.
Isi kurikulum berupa masalah social yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang.
Sekuen disusun berdasarkan minat, kebutuhan, dan pengalaman perserta didik.
Variasi:
a)The Areas Of Living Design
Tujuan yang bersifat proses (processe
b)The Core Design
Langganan:
Postingan (Atom)